Mohon tunggu...
Kasiani S.ST
Kasiani S.ST Mohon Tunggu... TPP ACEH

Pendamping Lokal Desa di Manyak Payed, Aceh Tamiang. Menulis untuk mendokumentasikan kerja-kerja sunyi di desa, menyuarakan realita lapangan, dan menerjemahkan bahasa kebijakan dengan suara warga. Saya bukan jurnalis, tapi setiap hari mencatat apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan di desa. Karena yang dianggap biasa oleh orang kota, seringkali adalah perjuangan besar bagi warga desa.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perjalanan Panjang Mendampingi Desa #KompasianaDESA

25 September 2025   12:26 Diperbarui: 25 September 2025   12:26 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi ketika penulis mendampingi KPM pengimputan EHDW

Delapan tahun aku menjalani tugas sebagai pendamping lokal desa. Manis pahitnya sudah kujalani, dari menembus jalan desa yang dulu penuh lubang hingga kini mulus bak pipi artis ibu kota. Dari tumpukan kertas laporan Form 14 hingga ke aplikasi Sipede, sebuah sistem pelaporan kegiatan dana desa. Lalu bermanuver ke Monev DD, aplikasi monitoring dan evaluasi yang lebih komplit karena menyediakan fitur unggah APBDes serta realisasi sarpras dan non-sarpras. Namun, fokusnya tetap sama: mengawal kegiatan yang bersumber dari dana desa.

Untuk pelaporan kunjungan lapangan, dulu kami mencatat manual di kertas, lalu merekap setiap akhir bulan lengkap dengan dokumentasi. Kini semuanya lebih mudah berkat aplikasi DRP atau Daily Report Pendamping, laporan harian yang sudah dilengkapi fitur kegiatan dan unggah foto. Tak perlu lagi lembur merekap di penghujung bulan. Semua kemudahan itu tentu tidak datang sekejap mata, melainkan melalui perjalanan panjang dan kesabaran ekstra.

Begitu pula dengan urusan pendataan. Aku masih ingat betul ketika Kementerian Desa memperkenalkan aplikasi bernama eHDW---Electronic Human Development Worker, sebuah aplikasi untuk mendata sasaran pencegahan stunting: keluarga, balita, ibu hamil, calon pengantin, hingga remaja putri. Dari situlah kisah ini dimulai.

Awalnya, eHDW hanya bisa digunakan lewat HP Android. Kedengarannya mudah, tapi kenyataannya tidak sesederhana itu. Banyak KPM di desa yang HP-nya tidak memadai, sementara server sering bermasalah. Aku masih ingat satu malam, seorang KPM meneleponku sambil menangis. Data yang sudah ia input hilang begitu saja saat mencoba sinkronisasi. Aku hanya bisa menenangkan, menyuruhnya bersabar, dan berjanji akan mengonfirmasi ke atasan. Namun apa daya, hingga ke atas pun tidak ada solusi. Rasanya seperti berjuang dengan alat yang belum siap.

Waktu berjalan, Kementerian Desa memperbaiki sistem dan meluncurkan eHDW berbasis web. Harapan baru pun muncul. Aku mengajak empat KPM dari empat desa dampingan untuk memulai pendataan lagi. Mereka menyambut dengan semangat. Meski ada yang tak punya laptop, ia tetap rela menginput satu per satu sasaran lewat layar HP-nya. Bayangkan, mata harus bekerja ekstra menatap layar kecil itu, namun tak sedikit pun ia mengeluh. Inilah semangat yang membuatku bangga: mereka sadar betul bahwa data bukan sekadar angka, melainkan dasar untuk memajukan desa.

Namun ada satu persoalan yang terus membayang, yaitu soal anggaran. Dari dulu hingga kini, sulit sekali mengalokasikan dana desa untuk kegiatan pendataan. Padahal jelas, dalam Permendes No. 08 Tahun 2022 disebutkan bahwa penurunan stunting adalah prioritas penggunaan dana desa, dengan tiga hal pokok:

  1. Pendataan keluarga berisiko stunting.

  2. Dukungan kegiatan gizi spesifik dan sensitif di tingkat desa.

  3. Penguatan peran KPM sebagai ujung tombak pendataan dan pemantauan.

Artinya, apa yang kami lakukan bukan sekadar rutinitas, melainkan amanat aturan. Namun tetap saja, ketika sampai di lapangan, selalu ada tembok kebijakan yang sulit ditembus. Pernah kami mencoba menganggarkan insentif untuk KPM melalui dana desa, tapi ditolak oleh dinas. Entah apa alasan yang rasanya tidak masuk akal.

Akhirnya aku mencari jalan lain, berbicara langsung dengan kepala desa. Jika desa punya PAD, aku minta sedikit saja untuk KPM. Alhamdulillah, ada yang setuju. Jumlahnya memang tak seberapa, tapi perhatian sederhana itu membuat hubungan antara pendamping, KPM, dan pemerintah desa semakin erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun