Mohon tunggu...
Kasiani S.ST
Kasiani S.ST Mohon Tunggu... TPP ACEH

Pendamping Lokal Desa di Manyak Payed, Aceh Tamiang. Menulis untuk mendokumentasikan kerja-kerja sunyi di desa, menyuarakan realita lapangan, dan menerjemahkan bahasa kebijakan dengan suara warga. Saya bukan jurnalis, tapi setiap hari mencatat apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan di desa. Karena yang dianggap biasa oleh orang kota, seringkali adalah perjuangan besar bagi warga desa.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Suara Perempuan di Balik Mangkuk Soto : Catatan Kecil dari Posyandu Desa #KompasianaDESA

8 Juli 2025   13:37 Diperbarui: 8 Juli 2025   13:41 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi Sumber : Penulis (Tiktok @Pendampingdesa.mpy)

Suara Perempuan di Balik Mangkuk Soto: Catatan Kecil dari Posyandu Desa

Oleh:

Kasiani, S.ST --- Pendamping Lokal Desa, Manyak Payed, Aceh Tamiang

Pagi itu Balai Posyandu sudah ramai bahkan sebelum aku datang. Dari kejauhan, tangis balita, suara ibu-ibu yang berceloteh dan tawa kecil para kader Posyandu berbaur jadi satu. Pagi yang biasa, tetapi bagiku selalu istimewa.

Namaku Kasiani. Aku seorang ibu rumah tangga, istri dan Pendamping Lokal Desa (PLD) di Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang. Sudah hampir sepuluh tahun ini aku mendampingi empat desa,tempat di mana aku tak sekadar bekerja, tetapi juga belajar, mendengar dan berusaha menjadi jembatan kecil antara suara warga dengan pemerintah desa.

Hari itu, seperti biasa aku menepi di sudut balai posyandu. Meja timbang balita sudah siap. Buku KIA tertata dan di ujung meja, tersusun mangkuk-mangkuk kecil berisi soto ayam hangat, nasi putih, telur rebus, pisang dan segelas susu kedelai.

Sekilas, ini tampak sederhana. Tapi bagi kami di sini, menu ini adalah bukti langkah kecil yang dulu terasa mustahil. Dulu, PMT (Pemberian Makanan Tambahan) hanya sebatas telur rebus, biskuit atau semangkuk kecil bubur kacang hjau. Para kader sering membisikkan uneg-uneg padaku, "Bu, kalau bisa dana PMT nya ditambah, biar ada perubahan menu PMT, anak-anak mau makan, gizinya juga cukup."

Aku paham benar betapa beratnya mereka menyuarakan harapan itu. Para kader Posyandu di desa binaanku sudah seperti keluarga sendiri bagiku. Mereka rajin, tulus, sabar, tetapi sering kali merasa tak pantas bicara. Di sela kegiatan posyandu setiap bulannya, aku sering bercerita pelan.  Apa itu Dana Desa, apa itu Musrenbangdes, kapan digelar, siapa yang berhak hadir, apa yang bisa diusulkan dan tentang bagaimana suara perempuan tak kalah penting dari suara laki-laki.  Aku selalu bilang, "Kodrat kita tetap perempuan, ibu, istri dan pengasuh. Tapi di luar itu, kita juga warga desa. Kita punya hak bicara. Kalau kita diam, siapa yang akan peduli pada anak-anak kita?"

Setiap kunjungan ke desa, setiap kesempatan aku selalu membisikkan, mengajak duduk dan bercerita pelan, membangkitkan semangat dan kepercayaan diri mereka, mengedukasi mereka bagaimana cara mengeluarkan pendapat, bagaimana menimbulkan keberaniaan mereka untuk bicara di depan forum, menjelaskan kepada mereka bahwa kegiatan dalam bidang kesehatan adalah kegiatan prioritas dalam penggunaan Dana Desa. Awalnya mereka hanya menunduk. Takut, malu, ragu. Tapi aku tahu, kata-kata kecil kadang tetap bisa mengetuk. Sedikit demi sedikit, kepercayaan itu tumbuh. 

Beberapa bulan lalu, Musrenbangdes digelar di salah satu desa binaanku. Hari itu aku duduk di depan, aku memaparkan regulasi dan prioritas penggunaan Dana Desa sebelum sesi pemberian usulan-usualan dari peserta musyawarah. Satu persatu usulan dari peserta musyawarah yang notaben nya laki-laki mulai bermunculan, aku melihat ke arah para kader-kader hebat itu, aku mengerjap mata, pertanda aku ingin mereka bangkit dan menyuarakan suaranya, perlahan satu per satu mereka berdiri. Suara mereka pelan, gemetar, tapi tegas. Mereka bicara tentang penambahan anggaran PMT, timbangan bayi baru, pelatihan gizi untuk ibu hamil, seragam baru untuk para kader agar terlihat rapi dan profesional saat bekerja, kursi tunggu untuk lansia dan kipas angin untuk mengisi ruang bersalin ibu hamil yang sudah rusak.

Sebagian orang menahan senyum. Beberapa kepala menoleh heran. Tapi bagiku, itulah detik bersejarah. Suara perempuan  yang dulu hanya berbisik di sudut balai desa kini benar-benar terdengar di forum resmi desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun