Menurut hasil penelitian Dr. Willem F. Stutterheim, diduga tonjolan pada prasasti sebagai Lingga.
Kajian arkeologis dan perbandingan aksara yang dilakukan Dr. W.F. Stutterheim menyatakan keberadaan batu gong berasal dari masa sebelum Majapahit lahir.
Diperkirakan asal zaman keberadaan Prasasti Batu Gong lebih tua dari Kerajaan Majapahit. Tonjolan dalam batu itu, oleh Dr. W.F. Stutterheim, ditafsirkan sebagai sisa kerucut yang awalnya adalah sebuah Lingga(pasangan dari Yoni menurut mitos Hindu Syiwa) yang dipotong seperti memotong nasi tumpeng.
Huruf yang terdapat di Prasasti Batu Gong mempunyai kesamaan dengan Prasasti Dinoyo (tahun 760 Masehi) di Malang yang merupakan peninggalan Kerajaan Kanjuruhan pada masa Raja Gajayana yang berasal dari Abad ke-8 Masehi.
Hurufnya juga tidak berbeda dengan Prasasti peninggalan Raja Sanjaya dari Mataram Lama yaitu Prasasti Canggal yang berangka tahun 732 Masehi.
Prasasti Batu Gong Jatian-Rambipuji mempunyai kelas yang sama dengan prasasti selain peninggalan Kerajaan Tarumanegara seperti Prasasti Yupa pada masa Kerajaan Kutai (Raja Mulawarman) di tepi Sungai Mahakam, Muarakaman Kalimantan Timur.
Juga tidak berbeda dengan Prasasti Toek Mas dan Prasasti Mentyasih di Jawa Tengah yang berasal pada sekitar tahun 650 Masehi era Mataram Lama.
Dengan keterangan di atas, Prasasti Batu Gong Jatian-Rambipuji diperkirakan berasal dari antara tahun 650-732 Masehi.
Keterangan tentang siapa yang membikin atau meletakkan batu tersebut di lokasi ini masih menjadi misteri. Belum ada sumber yang komprehensif dan valid tentang asal-usul Batu Gong. Baik dalam literatur lama yang sudah dipublisir oleh para ahli, khususnya para sejarawan Belanda yang banyak melakukan kajian dan penelitian.
Prasasti Batu Gong berukuran panjang 218 cm, lebar 180 cm dengan tinggi 120 cm.
Dengan penemuan Prasasti Batu Gong menunjukkan bahwa pada abad V atau VII Masehi di sekitar tempat ini sudah terdapat pemukiman (settlement) yang relatif ramai.