Mohon tunggu...
Mahbub Karumbu
Mahbub Karumbu Mohon Tunggu... lainnya -

Saya senang membaca meski bukan kutu buku, senang menulis meski belum bisa bikin buku. Mulai menulis sejak jadi wartawan tahun 2003, sejak itu pula mulai jarang membaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fajar Merekah di Teluk Waworada

19 Maret 2012   17:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:45 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENJELANG subuh, pukat itu diangkat. Beberapa pekerja memutar roller pada bola-bola kayu —semacam gear untuk menggulung tali pukat naik ke atas— sangat pelahan. Tak boleh ada suara. Generator merkuri pun dimatikan. Ini penyergapan!

Bule, 28 tahun, bersimpuh di tepi perahu bagan memandang jauh ke dalam laut. Entah mata atau kupingnya yang saat itu bekerja. Bagi yang tidak biasa, melihat ke air dalam keadaan gelap seperti itu tentu mustahil. Tapi Bule punya naluri tajam untuk mengetahui gerak-gerik kawanan ikan. Sesekali ia mengangkat tangan memberi tanda kepada teman-temannya agar menahan jaring. Barangkali ia melihat kawanan ikan itu bercerai-berai sehingga harus ditenangkan dulu.

Bule—yang tamatan SD—mengambil serok ketika jaring tiba di permukaan. Terdengar ratusan ikan menggelapar di ujung jaring, lalu disedok dengan serok, dilempar ke lantai dek. Beberapa pekerja membantu menyortir tangkapan. Setengah jam kemudian, jaring yang sudah kosong digulung di sisi kapal. Sekarang, generator sudah boleh dinyalakan…

Ah, Bule meringis. Ia tampak tak puas. November memang bukan masa yang baik untuk bagan. Ini masa-masa bulan terang, ketika ikan-ikan yang mudah terpikat cahaya itu, menyebar dalam kawanan-kawanan kecil. Hanya sedikit yang tertarik berkumpul di bawah lampu merkuri dekat jaring. Orang lokal menyebut musim paceklik ini: pelangga baga.

Enam nelayan itu hanya membawa pulang dua ember ikan teri (Stolephorus sp) dan sedikit jenis pelagis kecil lainnya. Satu ember—bervolume 25 sampai 35 Kg—laku dijual hingga Rp250.000, tergantung jenis ikan dan tingkat permintaan.

Jumlah itu nantinya dibagi delapan: enam bagian untuk tiap-tiap nelayan, dua bagian lainnya untuk pemilik bagan. Hitungan seperti itu memang sudah lazim, tapi belum berhenti di situ. Para nelayan masih harus urunan untuk mengganti biaya melaut, terutama bensin. Itu setelah ikan laku dijual pada pengepul yang pagi-pagi nanti menunggu di pantai.

Kisah para nelayan itu adalah fragmen tetap di sepanjang Teluk Waworada, sekitar 60 Km arah tenggara Raba, ibukota Kabupaten Bima. Bagan juga bukan barang baru. Sejak orang-orang Bugis melepas sauh di teluk itu pada abad awal kejayaan perdagangan maritim Nusantara timur, bagan sudah cukup dikenal.

Teluk ini cocok untuk bagan karena kondisi perairan yang tenang sepanjang tahun. Itu lantaran arah muara ke timur-tenggara, sehingga tidak terpengaruh angin musim barat yang menyebabkan gelombang besar di Samudera Hindia.

Nelayan lokal umumnya mengandalkan bagan tancap dan sebagian kecil menggunakan bagan perahu. Jaring yang digunakan biasanya berupa purse seine, gill net, dan rawai dasar (bottom long line). Mereka juga mengenal alat tangkap ladung kima, bubu lipat, jaring bandrong, anco tetap, dan pancing ikan demersal.

Bibir pantai Teluk Waworada membentang sepanjang 40 mil meliputi setidaknya 15 desa: mulai dari Laju hingga Karampi. Di kedalaman 10-25 meternya, tersimpan kekayaan tak ternilai.

Ikan, misalnya. Kisaran Maret-Juni, adalah masa panen untuk nelayan bagan. Mereka bisa menangkap banyak pelagis kecil seperti kembung (Rastrelliger sp), sotong (Sepia sp), tembang (Clupea sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), selar (Charanx sp), japuh (Dassumiera sp), dan cumi-cumi (Loligo sp).

Juni-September, giliran panen untuk kapal purse seine. Dan, ketika paceklik bagan berlangsung antara September-Maret, justru jadi musim menyenangkan untuk alat tangkap rawai dasar dan pancing ikan demersal.

Dengan luas 270 Km2, perairan ini menjadi urat nadi ekonomi masyarakat setempat. Ikan segar dari daerah ini didistribusikan menggunakan mobil pick up, ojek sepeda motor, atau benhur. Rantai pemasaran melibatkan pedagang pengumpul, pedagang perantara, pengecer dari dalam desa, dalam kecamatan, maupun dari kabupaten, sebelum sampai ke konsumen akhir.

Ikan segar dari Teluk Waworada biasanya didistribusikan ke pasar-pasar kecamatan seperti Bolo, Monta, Woha, dan Belo. Sebagian lainnya disebar ke Nusa Tenggara Timur melalui Sape, atau ke wilayah barat; Dompu, Sumbawa, dan Sumbawa Barat. Sebagiannya lagi diantar-pulaukan ke Lombok. Untuk jenis ikan ekspor tertentu, disimpan dalam cool storage selama 6-8 jam, sembari menunggu pengumpul resmi dari pedagang antarpulau.

Dalam skala lokal, produk ikan tangkapan dari Teluk Saleh dan Cempi di Kabupaten Dompu merupakan pesaing utama pasaran ikan dari Teluk Waworada. Pada kondisi tertentu, persaingan itu menyebabkan pedagang ikan Teluk Waworada mengalihkan pasarnya atau menurunkan harga.

Tetapi, Teluk Waworada tak melulu ikan. Sekitar 144,6 Km2 dari keseluruhan luas teluk ini merupakan perairan karang, yang menjadi habitat kerang laut dan juga mutiara. Teluk Waworada adalah satu dari sekitar 2.000 lokasi budidaya mutiara di Nusa Tenggara Barat. Mutiara di daerah ini mulai dikembangkan sejak tahun 1990-an.

Meski begitu, industri mutiara Teluk Waworada belum dilakukan dari hulu ke hilir. Di sini hanyalah areal pembudidayaan. Hasil mutiara itu masih harus dikirim kepada para perajin mutiara di Pulau Lombok untuk proses lanjutan hingga produk jadi.

Teluk Waworada juga menjadi habitat yang potensial untuk rumput laut (sea weeds; Algae). Rumput laut adalah produk sekunder yang ramah lingkungan dan bermanfaat untuk industri farmasi (salep dan obat-obatan), serta produk makanan (agar-agar, alginate, dan karaginan).

Amat disayangkan, jenis algae ini belum dikembangkan optimal melalui pembudidayaan. Masyarakat hanya mengandalkan ketersediaan alam, yang terus berkurang sepanjang tahun.

Menggunakan perahu layar, nelayan turun ke fishing ground, lalu mengumpulkan rumput laut dengan alat pengumpul berupa tongkat dengan dua buah pengait pada ujungnya. Tangkai tongkat itu diputar sehingga rumput laut terbelit pada pengait, kemudian diangkat ke perahu dan disimpan dalam wadah anyaman bambu.

Tradisi meramu seperti itu tentu tak optimal. Padahal, rumput laut dapat dikembangkan secara sederhana dengan metode lepas dasar, metode rakit, ataupun metode tali gantung. Dengan ketiga cara ini, panen dapat dilakukan umur 6-8 minggu setelah pembibitan. Hasilnya bisa mencapai hingga 2.000 Kg per hektare.

Sumberdaya pesisir yang juga perlu penanganan khusus adalah mangrove. Secara umum, vegetasi hutan mangrove menyebar secara sporadis di sekitar Desa Karumbu, Waworada, Laju, dan Tanjung Mas, serta sebagian kecil di ruas garis pantai bagian timur. Kian merosotnya populasi mangrove ini, selain akibat pembabatan oleh manusia, juga oleh minimnya debit air sungai Sori Na’e serta sungai-sungai lain yang membawa sedimentasi ke teluk. Sedimentasi dibutuhkan untuk pembiakan mangrove melalui pembentukan dataran lumpur dan delta—habitat yang baik untuk mangrove.

Dengan berbagai potensi dan kelemahannya itu, pemerintah tak mau melihat sebelah mata. Tak kurang Rp25 miliar digelontorkan untuk membangun dermaga di Desa Rompo. Proyek dari APBN itu kini dalam tahap pengerjaan.

Pagi itu, saat nelayan pulang melaut dan pengepul ikan berebut hasil tangkapan, alat-alat berat ikut berderak. Punggung bukit Rompo dikeruk untuk menguruk pesisir bakal dermaga, berselisih jalan dengan para nelayan dan kendaraan pengangkut ikan yang entah ke mana. Areal bekas kerukan itu nantinya akan dibangun kantor syahbandar. Semua tampak sibuk. Dan, pagi itu, nun di timur sana, fajar benar-benar sedang merekah…

(Selesai)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun