Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mari Mendiskusikan Toleransi, Jangan Saling Provokasi

22 Agustus 2018   11:49 Diperbarui: 22 Agustus 2018   12:15 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita Indonesia - tribunnews.com

Pada saat Indonesia merayakan hari kemerdekaan ke 73 tahun, masih saja sekelompok orang yang sengaja menyebarkan provokasi di media sosial. Pancasila kembali diungkit sebagai dasar negara yang salah, disaat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Piagam Jakarta kembali diungkit untuk dimunculkan kembali. Entah apa maksud dan tujuannya.

Bukankah Pancasila itu sudah final? Bukankah Pancasila itu juga didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa? Dimana tanpa ada campur tangan Tuhan, negeri yang bernama Indonesia ini pasti tidak akan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini, mendasarkan bahwa agama merupakan dasar dari segalaya. Jika seluruh penduduk bumi menjauhi larangan dan menjalankan segala anjuran Tuhan, tentu suasana bumi termasuk Indonesia, akan tenteram, tidak ada provokasi dan kebencian antar sesama.

Mari kita sudahi perdebatan yang tidak pernah ada ujungnya ini. Bahwa mayoritas penduduk Indonesia itu mayoritas beragama muslim, merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Namun, Pancasila sebagai consensus bersama dan dianggap final, juga tidak bisa dibantah. Karena itulah, tidak perlu kiranya memunculkan perdebatan yang tidak ada gunanya, yang justru bisa berpotensi memunculkan provokasi baru.

Kenapa Pancasila yang dipilih? Karena Indonesia adalah negara yang beragam. Selain ada masyarakat muslim, ada juga masyarakat Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu yang tinggal di Indonesia. Dan mereka semua juga mempunyai hak yang sama, dengan masyarakat yang lain.

Diskusi tentang menjaga toleransi dan kerukunan antar umat beragama, menjadi hal yang jauh lebih penting, dibandingkan diskusi yang  bisa memicu terjadinya konflik. Seperti kita tahu, di tahun politik seperti sekarang ini, ujaran kebencian kembali mencuat di dunia maya.

Provokasi yang berkembang itu bermacam-macam bentuknya. Ketika masyarakat terpengaruh dan terprovokasi, yang rugi adalah kita sendiri. Semestinya kita bisa hidup saling berdampingan, justru saling bermusuhan hanya karena persoalan yang tidak substansial.

Jika nilai-nilai agama selalu dimunculkan karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama muslim, semestinya kita bisa saling menghormati. Karena Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang jelas. Rasulullah SAW telah berhasil mempersatukan berbagai golongan ketika itu, termasuk golongan Yahudi, melalui perjanjiaan yang menghormati dan melindungi hak asasi manusia.

Perjanjian itu kemudian di kenal dengan Piagam Madinah. Dalam piagam tersebut, para pihak sepakat untuk memberperlakukan semua hak dan kedudukan yang sama, semua pihak berhak untuk memeluk agamanya masing-masing. Para pihak juga sepakat untuk saling tolong menolong dalam memerangi atau menghadapi musuh. Dalam piagam tersebut juga disepakati agar para pihak agar senantiasa berbuat kebajikan dan saling mengingatkan, serta semua pihak mempertahankan kota Madinah dari berbagai serangan musuh.

Jika kita bawa semangat piagam Madiah ke Indonesia, kita sebenarnya juga punya kesepakatan yang sama, yaitu Pancasila. Keduanya mempunyai kesepakatan yang sama. Yaitu saling menghormati keyakinan masing-masing, saling memanusiakan antar sesama manusia, saling menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, saling mengedepankan musyawarah jika terjadi perselisihan, serta berkomitmen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dan nilai-nilai dalam Pancasila itu, terbukti telah mampu menyatukan keberagaman Indonesia. Jika saat ini kemudian tiba-tiba mengatakan Pancasila tidak sesuai di Indonesia, kelompok ini harus belajar dari sejarah. Dan masyarakat juga harus membekali dirinya dengan literasi, agar tidak mudah terprovokasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun