'Oh, Tuhaaaan bagaimana ini!? Aku harus cepat pergi sebelum ada yang keluar dan sadar ada orang di sini.,'batinku dan bulatkan tekad pulang.
Sewaktu mau putar badan ke belakang tiba-tiba terdengar bunyi pintu belakang digeser dan masuk seorang pemuda berjas rapi.
'Akh! Selamat malam,' sapaku. 'Oh, selamat malam!' Balas dia dan langsung buru-buru tutup pintu lalu jalan ke arahku.Â
'Kamu pasti orang baru dan belum terbiasa dengan dinginnya Kyoto. Ini silakan pakai sendal ini!' Ujarnya sambil sodorkan sendal ke depan kakiku lalu ambil sendal untuk dia lalu lepas sepatu ganti sendal dan geser pintu kayu tua lapis kedua.Â
Aku diam dan dalam hati ngomel,'Seandainya tadi sedetik lebih cepat balik badan pasti ga disodori sendal. Setelah dia masuk lebih baik aku pulang!'Â
Tapi pemuda itu saat jalan selangkah masuk ke dalam sepertinya sadar aku tidak bergerak dan langsung balik badannya ke arahku.
Mata dia dengan tajam menyoroti kakiku yang tidak bergerak. Wajahnya kebingungan dan terus menyoroti kakiku. Dia sepertinya terburu-buru.
Disorot tajam begitu aku jadi risih dan merasa aku jadi penghalang dia. Maka aku putuskan,'Baik lha! Aku masuk!' Tanganku yang dingin aku pakai untuk buka tali dan lepas sepatu. Kakiku segera masuk ke dalam sendal dan ikuti langkah pemuda itu masuk.
Di dalam ada 4 pemuda sibuk bantu suster tua kuliti kacang tanah dan 1 pemudi sibuk masak. Ada 3 suster 2 tua dan 1 muda tapi suster muda yang aku temui minggu lalu tidak ada. Tapi suster tua itu aku kenal karena minggu lalu hadir di perayaaan tahun baru.Â
Walau di dalam hangat tapi tubuhku makin dingin karena bingung harus bagaimana. Semua kusapa selamat malam lalu bertanya ke suster tua yang kukenal boleh ikut bantu kuliti tidak? Suster tua kasih ijin dan aku segera cuci tangan lalu duduk bersama mereka Â
Tak lama seorang pemuda tinggi kurus memanggil kita untuk mulai kelas. Pemuda itu sepertinya juga aku kenal. Minggu lalu saat misa sepertinya pemuda itu yang pimpin misa.