Mohon tunggu...
Miss KarHan
Miss KarHan Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya suka menulis

"Rasa itu sastra, lalu kata ibarat mantra" -MissKarHan-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah tentang "Awan"-ku (1)

12 November 2019   22:10 Diperbarui: 12 November 2019   22:15 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

12 November 2019. Aku tak pernah tau jika hari ini adalah hari yang diperingati sebagai hari Ayah. Berbeda dengan 22 Desember yang selalu kuingat sebagai hari ibu. Sebenarnya tak ada yang berbeda dengan hari Ayah atau hari Ibu, cinta mereka kepadaku tetap sama dan cintaku kepada mereka juga tak pernah berubah.

Aku Hana. Anak yang tumbuh sebagai "anak kolong"  selama 18 tahun. Ya, anak kolong adalah sebutan untuk anak tentara atau anak yang besar di tangsi tentara. Jelas, Ayahku adalah seorang tentara. Aku memanggilnya dengan sebutan "awan", tentu ada sejarah dibalik itu. Mengapa panggilan "Bapak" bisa berubah menjadi "awan. Mungkin akan ku ceritakan lain waktu.

Tepat hari ini, yang dikata orang sebagai "Hari Ayah". Aku ingin menceritakan sosok awanku, yang tampak cerah dan pernah kulihat mendung bahkan menjatuhkan hujan sesekali.

Pertama : "jangan malak lagi ya nak. Ini ambil, om kasi uang"

Hari itu tahun 2004 di Asrama Tentara Kuanino, Kupang, NTT. temanku Rika menangis terisak mengadu kepada mamanya. Aku hanya diam, berdiri pasrah dibelakang Rika yang terus bercerita sambil sesekali menyeka air matanya. 

Disekolah kami SD Inpres Kuanino 3 Kupang, kami bedua diperlakukan tidak baik oleh dua teman lelaki kami. Heru dan Obi, dua anak nakal itu memalak kami hingga menjambak kasar rambut kami saat pulang sekolah. 

Aku yang tak terbiasa mengadu sebenarnya tak mengapa jika harus menyembunyikan kejadian itu dari orang tua kami. 

Namun, Rika terus merasa marah, kesal dan sedih hingga sepanjang jalan pulang menangis dan akhirnya mengadu kepada mamanya. 

Mendengar apa yang disampaikan sang anak, Tante Wanto akrab ku sapa mama Rika tersebut dengan wajah merah padam langsung mengajak kami pergi kerumahku.

"Bu Toro, bapaknya ada ndak? Ini anak-anak dipalak dan dijambak sama teman kelasnya. Mau minta tolong buat dilabrak aja itu anak-anaknya, baru kelas 2 SD kok udah nakal begitu. Mau suruh suami saya tapi lagi piket" kata tante wanto kepada mamaku.

Setelah itu giliran mamaku yang mendengar pengaduan Rika soal apa yang kami alami hari ini. Dan aku kembali diam mematung, dan tidak menangis. Entah mengapa, bagiku hal yang ku alami disekolah hari ini tidak seharusnya sampai ke ketelinga mama apalagi awan. Setelah, mama selesai mencerna semua yang disampaikasn Rika, akhirnya mama mengiakan untuk memanggil awan.

"bentar ya bu, saya panggil bapaknya Hana dulu" pamit mama lalu masuk kedalam rumah

Tak berapa lama, awan sudah siap dengan jaket kulit hitam miliknya dan kunci motor dilengannya. Tak ada raut wajah emosi diwajah awan, begitun mama. Bahkan yang kulihat malah raut wajah khawatir mama, entah apa yang ada dipikiran mama.

"Rika sama Hana ayo naik" kata awan saat suara motor king tangki hijau army itu berbunyi memekakkan telinga

Kami mengangguk. Aku naik terlebih dahulu lalu memeluk awan. Rika naik kemudian dan meremas erat baju ku.

Motor dilajukan awan dengan pelan, menelusuri tiap blok asrama. Awan tak bertanya satu katapun dimana kedua anak itu. Ke sekolah pun tidak, aku dan rika sepertinya sama-sama bingung. Entah ini yang namanya pucuk  dicinta ulam tiba atau bagaimana, kedua anak itu terlihat berjalan dan sambil bersenda gurau keluar dari salah satu blok asrama.

"ituuuuu ommm, ituuuu.. anak-anak nakal itu" teriak Rika sambil menunjuk kearah Heru dan Obi.

Lalu bagaimana dengan aku ? ternyata bakat tak tegaanku tumbuh sejak kecil. Aku malah tak senang mereka bertemu dengan kami. Aku tak suka jika mereka nantinya dimarahi awan. Aku ingin mereka lari, sembunyi agar tak dapat dikejar. Motor awan akhirnya berhenti tepat didepan mereka, wajah rika terlihat sekali tak sabar melihat mereka dimarahi. Lalu wajah mereka? Yang tadinya cerah ceria seketika muram pucat pasi.

Dadaku berdebar, aku tak suka kondisi ini. Tak lama, suara lembut awan membuat aku dan rika terheran saling pandang.

"tinggal dimana nak ? orang tua kerja apa ?" tanya awan lembut, tatapannya juga teduh

"dekat kali dendeng om, tinggal dengan oma dan opa" saut Obi  setengah menunduk, air matanya menggenang, badannya gemetar ketakutan. Padahal aku tau, tak ada nada marah apa lagi membentak  dari awan.

"kamu?" tanya awan kepada Heru yang diam dan menunduk

Heru diam, ketakutannya mungkin membuatnya tak mampu bersuara

Tak lama awan merogoh kocek jaket kulitnya, ternyata awan mengambil dua lembar uang 10rb.

"jangan malak lagi ya nak, ndak boleh jambak-jambak anak perempuan, ini ambil om kasi uang" ucap awan kembali dengan lembut sambil menyodorkan uang tersebut pada Heru dan obi.

Hal yang dilakukan awan itu ternyata membuat mereka terisak, menangis. Aku dan rika yang  menyaksikan kejadian itu juga ternyata ikut menangis. Mereka tak bergeming. Terus menangis semakin keras. Awan juga, tetap dengan posisi tangannya yang menyodorkan uang.

"sudah, sudah.. om kan ndak marah, om ndak mukul, ambil nak" suara lembut awan kembali terdengar setengah membujuk

Akhirnya tangan obi lebih dulu menggapai uang 10rb itu, sambil menyeka air matanya. Selanjutkan Heru mengikuti jejak obi yang juga mengambil yang 10rb itu. Setelah itu, awan terseyum menyalakan motornya dan pergi. Aku yang penasaran dengan kedua anak itu terus menoleh kebelakang. Ternyata rika juga sama. Terlihat mereka masih sesekali terisak dengan tetap terus memandang kearah motor kami yang terus melaju menjauhi mereka.

Sesampainya diblok asrama rumah kami, terlihat mama dan tante wanto duduk menunggu kami diteras rumahku. Saat motor berhenti didepan rumah tante wanto dengan tidak sabar bertanya

"ketemu ndak pak toro ? diapakan anak-anak itu ?" tanya tante wanto

"ketemu bu, sudah beres" jawab awan

"syukurlah, ayo rika kita pulang" jawab tante wanto puas, lalu mengajak rika pulang kerumah mereka yang berjarak 2 rumah setelah rumah kami.

Selepas tante wanto dan rika pulang, giliran mama yang penasaran. Kepada mama, awan menceritakan semuanya. Dan dari cerita awan pula aku tau alasan mereka awan memberi mereka uang dan tidak memarahi mereka.

"mereka terlihat kurang mampu, saya bisa lihat itu dek. Kalo saya marah mereka, mereka bisa takut sampai tak mau sekolah, atau dendam pada Hana dan Rika. Kita lihat saja setelah ini bagaimana mereka" kata awan kepada mama

Ternyata sikap yang awan ambil benar, Obi dan Heru terlihat lebih segan pada aku dan rika. Mereka tidak lagi memalak dan menjambak rambut anak perempuan se-enaknya, malahan mereka menjadi pembela saat anak-anak perempuan diperlakukan tidak baik oleh anak-anak laki-laki.

Aku tak akan lupa hari itu, hari dimana bertambah lagi satu alasanku untuk harus bangga memiliki sosok ayah seperti awan.

Kisah kedua adalah tentang pukulan pertama dan terakhir yang ku terima dari awan.......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun