Di era informasi seperti sekarang, pola asuh anak sudah seperti topik debat nasional. Ada kubu orang tua yang begitu protektif, menjaga anaknya seperti satpam di pusat perbelanjaan, memeriksa setiap langkah agar tidak ada hal buruk yang terjadi. Ini yang disebut helicopter parenting.Â
Sebaliknya, ada juga orang tua yang membiarkan anak mereka tumbuh dengan minim intervensi, belajar dari pengalaman dan kemandirian sendiri, dikenal sebagai free-range parenting.
Pertanyaannya, mana yang lebih baik? Apakah anak harus selalu diarahkan, atau justru dibiarkan mencari jalannya sendiri? Dan yang lebih penting: apakah kita sedang lupa bahwa pola asuh bukan hanya soal anak, tetapi juga soal orang tua?
Antara Sayap dan Sangkar: Dua Kutub Parenting yang Berbeda
Helicopter parenting adalah pola asuh yang penuh perhatian, mungkin terlalu penuh. Orang tua dalam kategori ini cenderung mengatur segalanya: jadwal sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, bahkan pertemanan anak. Tujuannya jelas: melindungi anak dari bahaya dan memastikan mereka mendapatkan yang terbaik.
Tapi, seperti makanan yang terlalu banyak bumbu, niat baik ini bisa jadi masalah. Anak-anak yang tumbuh dengan terlalu banyak intervensi sering kali kesulitan mengambil keputusan sendiri. Mereka cenderung menunggu arahan, takut salah, bahkan mengalami kecemasan karena tidak terbiasa menghadapi kegagalan.
Sebaliknya, free-range parenting adalah pendekatan yang lebih santai. Anak-anak dibiarkan lebih mandiri, belajar dari pengalaman, dan menemukan solusi sendiri. Teorinya bagus: anak tumbuh dengan percaya diri, lebih tangguh, dan punya inisiatif. Tapi, jika tidak ada batasan yang jelas, anak bisa merasa terabaikan, atau lebih buruk lagi, tumbuh tanpa memahami konsep tanggung jawab.
Baik protektif maupun bebas, keduanya punya kelebihan dan kekurangan. Tapi ada satu pertanyaan yang sering terlupakan: bagaimana dengan orang tua itu sendiri?
Parenting Itu Soal Anak dan Orang Tua, Bukan Salah Satunya
Membesarkan anak bukan hanya soal menciptakan individu terbaik, tetapi juga soal bagaimana orang tua mampu menjalankan peran mereka secara realistis. Tidak semua orang tua punya energi, waktu, atau emosi yang cukup untuk selalu mengawasi anak seperti helikopter. Sebaliknya, tidak semua orang tua merasa nyaman dengan konsep membiarkan anak "jatuh dan belajar sendiri."
Faktor fisik berperan besar. Orang tua yang bekerja penuh waktu mungkin tidak bisa menerapkan helicopter parenting karena keterbatasan waktu. Sementara itu, orang tua yang punya keterbatasan kesehatan mungkin tidak bisa terlalu aktif dalam pola free-range parenting.
Dari sisi emosional, ada orang tua yang merasa damai saat anak mereka bisa mengeksplorasi dunia sendiri. Tapi ada juga yang justru diliputi kecemasan jika anak terlalu bebas. Setiap keluarga punya tantangan masing-masing, dan memaksakan satu pola asuh tanpa mempertimbangkan kapasitas diri sendiri bisa berujung pada kelelahan, frustrasi, dan bahkan konflik keluarga.
Menemukan Keseimbangan: Keluarga yang Efektif, Bukan yang Sempurna
Jadi, bagaimana cara mendidik anak dengan efektif? Jawabannya bukan tentang memilih satu metode, tetapi tentang menemukan keseimbangan yang sesuai dengan dinamika keluarga.
Alih-alih menjadi helikopter yang selalu mengontrol atau burung yang membiarkan anak terbang bebas, lebih baik menjadi mercusuar. Mercusuar tidak mengejar kapal, tetapi tetap hadir sebagai penuntun.
- Jika anak menghadapi masalah, bantu mereka berpikir alih-alih langsung memberi solusi.
- Jika anak ingin mencoba sesuatu yang baru, beri ruang, tapi tetap ada batasan yang jelas.
- Jika orang tua merasa terlalu lelah atau kewalahan, akui dan cari pola yang lebih realistis.
Parenting bukan tentang kesempurnaan, tetapi tentang menciptakan lingkungan yang memungkinkan anak dan orang tua tumbuh bersama.
Anak Bukan Proyek, dan Orang Tua Bukan Robot
Di era media sosial, ada tekanan besar untuk menjadi "orang tua ideal", mereka yang selalu sabar, selalu tahu cara terbaik, dan tidak pernah lelah. Tapi kenyataannya, orang tua juga manusia. Tidak ada satu metode yang bisa diterapkan untuk semua anak, dan tidak ada satu standar ideal yang cocok untuk semua keluarga.
Mendidik anak bukan tentang memilih antara kendali penuh atau kebebasan total. Ini tentang mencari keseimbangan yang realistis, di mana anak bisa tumbuh dengan kepercayaan diri dan tanggung jawab, sementara orang tua bisa menjalankan peran mereka tanpa kehilangan diri sendiri.
Anak bukanlah proyek untuk disempurnakan, dan orang tua bukan robot yang harus selalu benar. Mereka adalah manusia yang saling belajar bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI