"Benar, pelabelan sebagai manusia kurang iman membuat mereka makin berat untuk mengungkapkan  suffering mereka. Apalagi untuk konsul ke ahli jiwa. Padahal itu dapat ditanggung BPJS jika benar-benar pengidap gangguan jiwa" sambungku sambil merapikan notebook karena waktu sudah makin larut. Sebagai ibu dengan anak usia sekolah, jam 21.00 itu sudah sangat larut malam.
"Ayuk harusnya ajukan protes terhadap pemberitaan bunuh diri yang terlalu vulgar, apalagi sampai detail. Masyarakatlah pengawas pers sesungguhnya"komentarnya.
"Ya boleh jadi, tetapi pengawas sebenarnya bukan cuma masyarakat, dewan pers,ataupun hukum yang berlaku. Menurutku, moral sebagai filternya" tukasku.
"Yep.. itu aku sangat sepakat" imbuhnya.
Kami saling berpamitan. Penuh harap ada perhatian khusus mengenai segala pemberitaan termasuk laporan jurnalis warga.
Jika ada keinginan itu, segera cari bantuan baik hotline maupun medis. Jangan bebani orang yang di dekatmu atas deritamu. Boleh jadi, malah keluhanmu untuk mati pemicu penyakit yang sesungguhnya sangat laten ini.
Begitu pun ketika ada yang terdekatmu mengeluh mengenai ini, beri dukungan dengan membawanya ke ahli jiwa.
Jangan memaksakan diri jika tak punya kompetensi untuk menilai apalagi menghakimi pun membantu, bantulah dengan cara yang tepat.
Jika ada berita soal bunuh diri, think before sharing, cabar sebelum sebar, ingat saat ini jarimu harimaumu.
Selamat pagi di sejuknya Palembang yang hujan rintik-rintik.