Baca juga : 105 Napi itu mendapat Remisi, Bukan Grasi
Kasus ini adalah kasus pembunuhan terhadap jurnalis satu-satunya yang terungkap dengan pelaku hingga otak pelakunya dipidana.
Untuk mengingatnya dapat dibaca pada : Mengingat Lagi Kasusu Pembunuhan Wartwan Radar BAli AA Narendra Pra bangsa
Sebuah harapan besar bahwa penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan terhadap mereka yang dibunuh karena berita,. dan menjadikan penjatuhan pidana ini sebagai tonggak penegakan kebebasan pers.
Namun akhir tahun ini, dan baru diketahui beberapa minggu lalu, tonggak penegakan kebebasan pers ini seolah telah dirobohkan dengan remisi terhadap otak pembunuhan berencana ini.
Tentu hal ini mendapat protes keras dari jurnalis di berbagai daerah seperti Bali, Surabaya, Malang, Jogjakarta, termasuk Palembang, dll.
Protes keras ini membuat "gaduh" tersendiri di negeri ini karena beberapa pihak yang melencengkannya ke arah pilihan politik. Padahal ini jauh dari itu, ini mengenai menyuarakan keadilan demi supremasi hukum.
Hal ini terjadi, karena pengubahan hukuman seumur hidup menjadi hukuman penjara sementara dituangkan dalam sebuah Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2018, tetapi pemberitaan mengenai presiden yang tidak mengetahui detail  saat  meneken keppres ini pun mengemuka, serta pengakuan bahwa pemberian remisi ini  sebuah kelalaian.
Tekanan untuk pembatalan remisi, yang selama ini tidak pernah dilakukan di negeri ini pun dijawab bahwa presiden akan ada peninjauan terhadap keputusan  remisi ini, namun dibantah sendiri oleh menkumham dengan mengemukakan alasan bahwa pemberian remisi ini telah sesuai prosedur, meski selanjutnya diklarifikasi kemenkumham akan kaji ulang keppres ini.
Jika jurnalis, yang memegang sertifikasi profesi dari negeri ini, yang diawasi ketat oleh dewan pers untuk tetap patuh pada kode etik, pun tidak memiliki perlindungan bagaimana dengan kamu, hai kompasianer?.
Selamat Hari Pers Nasional, hei Jurnalis.