Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Lebaran dan Tebaran Sampah Plastik

14 Juni 2018   22:23 Diperbarui: 16 Juni 2018   18:01 3547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Timur/Sanova JR

Beberapa hari ini saya banyak mendapatkan pesan berantai yang isinya begini: "Kembali fitri sejatinya kembali ke fitrah kesucian kita sebagai manusia. Amat disayangkan terkadang momen suci ini ternodai dengan berseraknya sampah koran alas salat kita. Sampahmu, tanggung jawabmu!"

Terlepas dari permintaan untuk turut mengunggah kampanye semacam itu dengan aneka tagarnya, saya apresiasi gerakan sederhana ini. Pun saya tidak akan mempersoalan gerakan relawan atau organisasi apapun yang menggerakkan.

Tetapi tentunya langkah nyata lebih baik ketimbang sekadar mengkampanyekan di media sosial bukan?

Persoalan sampah di Palembang memang masih menjadi persoalan besar, bahkan TPA pun memunculkan pemandangan bukit sampah yang akan terlihat ketika kita hendak pergi ke Bandara. Sampah plastik mendominasi dalam tumpukan itu.

Memang telah ada yang mengelolanya untuk didaur ulang, tetapi belum memadai. Persoalan ini bertambah besar sebagai efek kesadaran masyarakat untuk pemilahan sampah yang masih sangat minim, sehingga membutuhkan biaya lebih untuk membayar buruh melakukan pemilahan.

Bank sampah yang dikelaola masyarakat pun sudah banyak tersedia di beberapa lokasi di Palembang, meski langkahnya masih terseok.

Alasannya adalah pola pandang masyarakat lebih melihat dari sisi ekonomis (harga nilai tukar dengan uangnya), bukan pada keberlanjutan lingkungan.

Lebaran yang dirayakan penuh sukacita pun memunculkan kekhawatiran dalam penggunaan produk plastik yang berlebih.

Saat belanja, misalnya, dengan intensitas belanja yang lebih dari biasanya, dapat dipastikan berdampak ada penggunaan kantong-kantong plastik.

Terlebih kebijakan pemerintah untuk membayar dua ratus rupiah per kantong pun sudah lama kita abaikan begitu saja, meski beberapa supermarket telah menjamin penggunaan plastik yang biodegradable dalam dua tahun ke depan.

Kesibukan luar biasa untuk menyiapkan lebaran seringkali juga melalaikan pengolahan kantong-kantong plastik itu sendiri. Ada baiknya kantong-kantong tersebut dilipat dan suatu hari nanti dipergunakan kembali.

Cara lain seperti membawa kantong sendiri saat belanja pun masih sering dianggap aneh. Stigma kurang baik pun kahirnya tak bisa dihindari. Misalnya, "Belanja sampai ratusan ribu bisa, masak beli plastik seharga dua perak saja tidak bisa." Akibatnya, muncul kegengsian.

Itu terlihat dari mulai banyaknya masyarakat yang lebih memilih air minum kemasara entah itu gelas plastik PP atau botol atau juga kaleng ketimbang menggunakan gelas pada umumnya.

Begitu pun kemasan kue kering ataupun kue basah yang lebih banyak menggunakan toples plastik PP, ataupun kaleng-kaleng biskuit.

Belum lagi untuk lontong dan ketupat yang penyajiannya sudah makin banyak bergeser, yakni dengan mengunakan plastik LDPE ketimbang daun. Bahkan untuk kemasan buah tangan saat berkunjung pun lebih memilih kotak plastik bahkan styrofoam.


Saya sangat memahami bahwa menghindari penggunaan plastik secara massif ini sangat sulit. Begitu repotnya kita ketika berupaya mengurangi penggunaanya. Meski persoalan penggunaan sampah plastik ini sudah menjadi persoalan yang menjadi perhatian terutama Kementrian Lingkungan Hidup yang semakin gencar mengkampanyekan pengurangan sampah plastik--bahkan sekarang ada lokasi selfi yang terbuat dari sampah plastik untuk mengingatkan betapa besarnya penggunaan sampah plastik.

Jika sulit untuk mengurangi, setidaknya dimulai dengan tidak membuang sembarangan. Mulai membiasakan untuk melakukan pemilahan sampah.

Jika gengsi untuk menjualnya ke bank sampah, lakukan pemilahan ini sebagai sedekah baik melalui pemulung atau pengepul sampah. Sampah yang terpisah akan memiliki nilai ekonomis yang lebih baik.

Dengan menunmpuknya sampah ini bisa berakibat, salah satunya, terbunuhnya satwa langka di lautan, seperti video viral beberapa waktu lalu.

Perlu kita sadari, sampah plastik yang dibuang sembarangan itu membutuhkan ratusan tahun untuk terurai.

Jika lebaran adalah kembali ke fitrah sebagai manusia, yang bertugas sebagai khalifah di muka bumi (bahkan gunng-gunungpun menolaknya), maka dimulailah dari hal kecil untuk penyelamatan diri sendiri dengan tidak sembarangan membuang sampah. 

Cukuplah menjadi egois untuk menyelamatkan diri sendiri dari perilaku jahiliyah dengan membuang sampah sembarangan ataupun penggunaan plastik berlebihan.

Karena kebersihan adalah sebagain dari iman, apakah kita berani zalim terhadap diri sendiri hanya gara-gara alasan kepraktisan?

Selamat menyambut Idul Fitri dengan bersih hati,bersih diri dan bersih lingkungan. Salam.

dok: KOMPAL
dok: KOMPAL

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun