Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ketika Cahaya Menyapa Pelangiran: 15 Tahun Menunggu Terang, Kini Tak Lagi Si Pungguk Merindukan Bulan

17 Oktober 2025   14:33 Diperbarui: 17 Oktober 2025   14:33 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas PLN dan warga bahu membahu membangun jaringan listrik di pelosok Pelangiran, Indragiri Hilir, Riau (26/9/2024). (KOMPAS.COM/IDON)

Ketika Cahaya Menyapa Pelangiran: 15 Tahun Menunggu Terang, Kini Tak Lagi Si Pungguk Merindukan Bulan

“Kadang harapan memang datang terlambat, tapi saat ia tiba, ia menyinari segalanya.”

Oleh Karnita

Terang yang Tak Sekadar Listrik

Apa rasanya menunggu cahaya selama lima belas tahun? Pertanyaan itu menyeruak ketika membaca laporan Kompas.com bertajuk “Listrik Menyala, Harapan Pun Hidup: Cerita 15 Tahun Penantian Warga Pelosok Indragiri Hilir” (17 Oktober 2025). Kisah Elza Neti Ramadhani, perempuan 26 tahun dari Pelangiran, Riau, menyalakan simpul kecil tentang betapa mahalnya arti terang di tengah gelapnya pelosok negeri.

Berita itu bukan sekadar kabar tentang listrik yang menyala; ia adalah kabar tentang hidup yang kembali bergerak. Ketika PLN akhirnya menembus kampung yang dulu hanya diterangi pelita, kehidupan warga berubah: UMKM bergeliat, anak-anak belajar tanpa cemas, dan ibu-ibu berdagang tanpa takut sayur membusuk. Semua bermula dari satu sumber: cahaya.

Namun di balik gemerlap harapan itu, tersimpan catatan reflektif: mengapa butuh 15 tahun bagi cahaya untuk tiba? Pertanyaan itu menggiring kita pada renungan lebih dalam — tentang ketimpangan pembangunan, peran kebijakan, dan makna pemerataan energi bagi martabat manusia Indonesia.

1. Dari Gelap Menuju Terang: Kisah yang Tak Sekadar Teknis

Sebelum listrik PLN hadir pada 2025, kehidupan di Pelangiran berputar dalam ritme yang pelan dan terbatas. Mesin genset menjadi sahabat malam hari, hanya menyala hingga pukul sebelas malam. Setelah itu, gelap menelan seluruh kampung; hanya suara jangkrik dan desir angin yang menjadi penanda kehidupan.

Dalam keadaan itu, Elza berjualan sayur dari pagi hingga sore. Tanpa kulkas, dagangan yang tak laku membusuk. Namun ia bertahan, karena dalam kesunyian pun, semangat manusia kerap menemukan jalannya sendiri. Ketika listrik akhirnya datang, bukan hanya lampu yang menyala — harapan pun hidup kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun