Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Ketika Irigasi Mati 15 Tahun, Siapa yang Lalai?

10 Oktober 2025   09:57 Diperbarui: 10 Oktober 2025   09:57 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhaimin, anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah mengecek langsung DI kragilan yang mati di Purworejo bersama para petani. (KOMPAS.COM/BAYU A.) 

Setelah belasan tahun menunggu, para petani kini menaruh harapan pada usulan DPRD Jateng yang berencana membangun bendungan baru di hulu Kragilan. Langkah ini diusulkan oleh Muhaimin, anggota DPRD yang meninjau lokasi pada 5 Oktober 2025. Namun, para petani masih skeptis—janji serupa pernah terdengar pada 2019 sebelum terhenti oleh pandemi.

Harapan mereka sederhana: air kembali mengalir, sawah kembali hidup. Namun, di balik harapan itu terselip rasa jenuh karena penantian terlalu panjang. Dalam setiap kemarau, mereka mengulang doa yang sama: semoga tahun depan air datang lebih cepat.

Di sinilah pentingnya komitmen lintas sektor—pemerintah, legislatif, dan masyarakat—untuk menjadikan air bukan barang politik, melainkan hak dasar yang dijaga bersama. Jika negara benar-benar hadir, irigasi bukan sekadar proyek, tapi simbol keberlanjutan hidup rakyat kecil.

Menata Ulang Keadilan Air di Negeri Agraris

Kisah Purworejo adalah cermin retak dari kebijakan air nasional. Ketika infrastruktur rusak, distribusi tak adil, dan praktik ilegal dibiarkan, yang runtuh bukan hanya beton irigasi, tapi juga martabat negara agraris. Kita perlu menata ulang tata kelola air dengan paradigma baru: air sebagai hak sosial, bukan hanya sumber daya ekonomi.

Sebagaimana dikatakan Mahatma Gandhi, “Air murni adalah pertama dan utama dari semua berkat dunia.” Maka tugas kita bukan hanya membangun bendungan baru, tapi juga membangun kesadaran kolektif: air adalah kehidupan yang harus dijaga bersama.

Disclaimer:
Artikel ini ditulis berdasarkan pemberitaan Kompas.com (6/10/2025) dengan tambahan analisis dan refleksi penulis untuk tujuan edukatif dan opini publik.

Daftar Pustaka

  1. Apriliano, Bayu & Putri, Gloria Setyvani. (2025, 6 Oktober). 3 Biang Keladi Penyebab Irigasi di Purworejo Mati Selama 15 Tahun. Kompas.com.
  2. Kompas.id. (2025). Banjir Tinggi Terjang Buton Utara, Pembukaan Hutan Jadi Biang. Kompas.id.
  3. Kementerian Pertanian RI. (2024). Laporan Nasional Ketahanan Pangan dan Sistem Irigasi 2024. pertanian.go.id.
  4. UNESCO. (2023). Water for Sustainable Development: Global Report. unesco.org.
  5. World Bank. (2022). Indonesia Water Resources Management Review. worldbank.org.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun