Dari Curiga Menjadi Salut, Pelajaran dari Permintaan Maaf Suporter Garuda
“Kejujuran di lapangan tidak hanya milik pemain, tetapi juga penonton yang berani mengakui prasangkanya.”
Oleh Karnita
Ketika Curiga Berganti Kagum: Refleksi dari Lapangan Hijau
Apakah publik sepak bola Indonesia akhirnya belajar untuk menilai secara objektif, bahkan kepada wasit yang semula dicurigai? Pertanyaan ini muncul usai pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia antara Indonesia vs Arab Saudi pada Selasa, 19 November 2024, di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Dalam laga tersebut, bukan hanya skor 2–3 yang jadi sorotan, tetapi juga perubahan sikap publik: dari curiga menjadi salut kepada wasit asal Kuwait, Ahmad Al-Ali.
Momen itu menjadi peristiwa langka di dunia sepak bola nasional. Biasanya, media sosial penuh dengan hujatan kepada wasit setiap kali Timnas kalah. Namun kali ini berbeda. Ribuan warganet justru menulis permintaan maaf kepada sang pengadil, mengakui bahwa mereka terlalu cepat menilai. Fenomena ini menunjukkan wajah baru suporter Indonesia—lebih reflektif, lebih dewasa.
Penulis tertarik membahas hal ini bukan sekadar karena konteks olahraganya, tetapi karena relevansi moralnya di tengah iklim sosial yang mudah tersulut emosi. Dalam situasi bangsa yang sedang belajar menjaga rasionalitas di tengah polarisasi opini, sikap mawas diri suporter layak diapresiasi sebagai pelajaran publik yang langka dan berharga.
1. Dari Trauma ke Prasangka: Luka Lama Suporter Indonesia
Skeptisisme terhadap wasit bukan hal baru bagi publik sepak bola Indonesia. Trauma masa lalu—dari keputusan kontroversial hingga dugaan keberpihakan—membentuk semacam memori kolektif yang sulit dihapus. Maka, ketika AFC menunjuk Ahmad Al-Ali asal Kuwait, yang masih satu subkonfederasi dengan Arab Saudi, publik pun segera mencium potensi ketidakadilan.
Namun dugaan itu terbukti keliru. Dalam laga di GBK, Al-Ali memimpin dengan profesional: tiga penalti diberikan secara proporsional—dua untuk Indonesia, satu untuk Arab Saudi. Semua keputusan bisa dijelaskan secara teknis tanpa indikasi keberpihakan. Ketegasan dan konsistensinya bahkan mendapat pujian dari penonton yang sebelumnya meragukannya.