Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Jembatan yang Tak Kuat Menanggung Amanah

5 Oktober 2025   09:27 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:27 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Gantung di Pangandaran Roboh. /Agus Kusnadi

Jembatan yang Tak Kuat Menanggung Amanah

“Pembangunan tanpa nurani adalah jembatan rapuh menuju bencana.”

Oleh Karnita

Ketika Infrastruktur Gagal Menjaga Anak Negeri

Apakah kita masih bisa menyebut pembangunan sebagai kemajuan jika keselamatan anak-anak menjadi taruhannya? Pertanyaan itu menyeruak setelah membaca berita “Baru Sebulan Dibangun, Jembatan Gantung di Pangandaran Roboh, 8 Anak Jadi Korban” yang terbit di Pikiran-Rakyat.com (4 Oktober 2025). Laporan ini bukan sekadar kabar kecelakaan—melainkan cermin rapuhnya sistem pengawasan infrastruktur kita.

Insiden robohnya jembatan di Dusun Nengklok, Desa Pajaten, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran, menyisakan luka sosial yang lebih dalam dari sekadar luka fisik. Delapan pelajar SMP Islam Terpadu Daarul Hikmah yang terjatuh ke sungai hanyalah sebagian kecil dari korban mental akibat pembangunan yang serampangan. Dalam keheningan pascakejadian, yang tersisa adalah tanya besar: di mana tanggung jawab dan hati nurani para pemangku amanah publik?

Penulis tertarik mengulas kasus ini bukan karena sensasionalitasnya, tetapi karena urgensinya menyangkut keselamatan publik, integritas teknis, dan tanggung jawab moral negara terhadap warganya. Pembangunan yang baru sebulan berdiri lalu roboh bukanlah kebetulan, melainkan alarm keras tentang lemahnya pengawasan, etika kerja, dan akuntabilitas. Kini, masyarakat menuntut bukan sekadar perbaikan jembatan—melainkan perbaikan sistem.

1. Antara Gagahnya Beton dan Rapuhnya Etika

Setiap jembatan dibangun untuk menghubungkan dua tempat, tapi juga dua harapan: aman dan berfungsi. Ironisnya, di Pangandaran, harapan itu runtuh bersama tali sling yang putus. Pembangunan yang hanya memakan waktu sebulan seharusnya menimbulkan tanda tanya besar: apakah kecepatan mengalahkan kehati-hatian?

Masalah utama bukan sekadar teknis, melainkan etis. Dalam sistem pembangunan publik yang sarat dengan target seremonial dan pencitraan, kualitas sering kali dikorbankan demi kejar waktu dan tampilan. “Belum sempat diresmikan sudah roboh” adalah paradoks yang menohok: pembangunan fisik maju, tapi moral pembangunan stagnan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun