Apakah Program MBG Masih Layak Diteruskan?
"Kesehatan anak-anak adalah investasi bangsa; satu kesalahan berulang bisa meruntuhkan kepercayaan publik."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Apakah kita pernah membayangkan, sebuah program gizi yang seharusnya menyehatkan justru memicu ketakutan dan trauma? Itulah yang kembali terjadi di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, pada Rabu (24/9/2025), sebagaimana diberitakan Pikiran Rakyat dengan judul "Kasus Keracunan Berulang di KBB, Warga Cipongkor Desak Hentikan Program MBG". Berita ini memantik keresahan banyak pihak karena menyangkut masa depan anak-anak bangsa.
Sejumlah siswa dari berbagai sekolah menjadi korban dugaan keracunan pangan yang berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kasus ini bukan yang pertama, melainkan berulang hanya dalam kurun waktu dua hari. Situasi ini memperlihatkan adanya masalah mendasar dalam pelaksanaan program nasional yang diusung Presiden Prabowo tersebut.
Penulis tertarik mengulas isu ini karena urgensinya menyangkut kepercayaan publik terhadap kebijakan gizi nasional. Jika program yang sejatinya mulia justru mendatangkan penderitaan, maka refleksi mendalam perlu segera dilakukan. Apalagi di tengah kondisi sosial saat ini, kepercayaan rakyat adalah modal paling penting untuk menjaga keberlangsungan program pemerintah.
1. MBG: Antara Niat Mulia dan Pelaksanaan Bermasalah
Program MBG diluncurkan dengan tujuan menekan angka stunting dan meningkatkan asupan gizi anak sekolah. Secara gagasan, ia adalah langkah strategis yang sejalan dengan misi membangun SDM unggul. Namun, pelaksanaannya kini dipertanyakan setelah kasus keracunan berulang muncul di Cipongkor.
Kritik muncul bukan hanya soal kualitas makanan, melainkan sistem pengawasan yang lemah. Banyak warga menilai pemerintah terlalu terburu-buru tanpa memastikan standar keamanan pangan di lapangan. Hal ini membuat program mulia kehilangan daya tariknya di mata masyarakat yang justru menjadi penerima manfaat.
Refleksi penting di sini adalah, niat baik tidak cukup bila tidak diiringi dengan tata kelola yang profesional. Kepercayaan publik terhadap MBG bisa runtuh bila kasus semacam ini terus berulang tanpa perbaikan sistemik.
2. Suara Warga: Dari Trauma ke Desakan Penghentian
Reaksi warga Cipongkor mencerminkan trauma mendalam. Endang, ayah salah satu korban, mengaku tidak lagi percaya terhadap MBG dan khawatir peristiwa serupa terulang. Senada, Aisyah, nenek korban lain, terang-terangan meminta agar program dihentikan. Suara ini datang dari akar rumput yang seharusnya menjadi pendukung utama kebijakan.
Dalam masyarakat, kepercayaan adalah kunci keberhasilan setiap program. Jika penerima manfaat justru merasa terancam, maka ada kesenjangan besar antara maksud pemerintah dan realitas. Trauma kolektif ini tidak bisa diabaikan begitu saja dengan jawaban birokratis.
Kritiknya jelas: program publik harus mengutamakan keselamatan warga di atas target angka atau pencitraan. Pemerintah perlu mendengar dengan serius suara warga, bukan sekadar mencatat laporan.
3. Peran Pemerintah Daerah dan Birokrasi Nasional
Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, bersama Sekda KBB Ade Zakir, turun langsung ke Cipongkor untuk mengecek kondisi korban. Mereka memastikan penanganan medis cepat dilakukan, termasuk rujukan ke rumah sakit terdekat dan luar daerah. Namun, di sisi lain, jawaban soal desakan penghentian program terkesan normatif: akan dilaporkan ke Badan Gizi Nasional (BGN).
Kondisi ini menunjukkan adanya sekat birokrasi antara pemerintah daerah dan otoritas pusat. Padahal, masalah gizi seharusnya bisa ditangani dengan respons cepat tanpa harus menunggu laporan panjang. Ketidakselarasan ini membuat warga semakin merasa tidak terlindungi.
Refleksinya, ketika birokrasi lebih sibuk menjaga prosedur ketimbang nyawa anak-anak, program sebesar MBG akan kehilangan legitimasi moral.
4. Keamanan Pangan: Celah yang Masih Menganga
Sumber pasokan MBG di Cipongkor berasal dari dua SPPG, yakni Mekarmukti dan Neglasari. Dari ribuan anak yang menerima, ratusan mengeluhkan gejala mual, pusing, hingga kejang. Fakta ini mengindikasikan celah besar dalam aspek keamanan pangan, mulai dari distribusi, penyimpanan, hingga higienitas bahan makanan.
Keamanan pangan seharusnya menjadi fondasi tak tergoyahkan dalam program MBG. Tanpa standar pengawasan yang ketat, risiko keracunan akan terus membayangi. Apalagi anak-anak adalah kelompok paling rentan yang seharusnya mendapat perlindungan ekstra.
Kritik publik pun wajar: mengapa aspek dasar ini tidak dijaga dengan baik sejak awal? Program bergizi tidak boleh diartikan sekadar kenyang, melainkan benar-benar aman dan menyehatkan.
5. Belajar dari Kasus Cipongkor: Jalan Reformasi MBG
Kasus Cipongkor harus dijadikan momentum untuk melakukan reformasi serius terhadap program MBG. Pertama, evaluasi menyeluruh terhadap rantai pasok makanan perlu segera dilakukan. Kedua, transparansi laporan kepada publik penting untuk mengembalikan kepercayaan.
Ketiga, partisipasi warga perlu dilibatkan, misalnya dengan mekanisme pengawasan bersama di sekolah-sekolah. Hal ini akan membuat program lebih akuntabel dan terjaga kualitasnya. Tanpa reformasi, trauma Cipongkor bisa merembet ke daerah lain dan memperlebar jurang ketidakpercayaan.
Refleksinya jelas: program nasional sebesar MBG hanya bisa berjalan jika kepercayaan rakyat dijaga, dan itu dimulai dari keberanian pemerintah mengakui serta memperbaiki kelemahan.
Penutup
Kasus keracunan berulang di Cipongkor adalah alarm keras bagi pemerintah untuk mengevaluasi MBG. Program yang sejatinya mulia tidak boleh dibiarkan kehilangan makna hanya karena kelalaian teknis. Anak-anak yang seharusnya dilindungi malah menjadi korban ketidakprofesionalan sistem.
Ke depan, pemerintah perlu memastikan setiap detail pelaksanaan MBG berjalan dengan standar keamanan tinggi dan penuh transparansi. Seperti kata pepatah, "Lebih baik mencegah daripada mengobati." Jika pemerintah berani berbenah, maka MBG bisa kembali menjadi program kebanggaan, bukan sumber trauma. Wallahu a'lam.Â
Disclaimer
Tulisan ini adalah opini penulis berdasarkan pemberitaan media dan bukan representasi sikap resmi lembaga mana pun.
Daftar Pustaka
- Pikiran Rakyat. (24 September 2025). Kasus Keracunan Berulang di KBB, Warga Cipongkor Desak Hentikan Program MBG. https://www.pikiran-rakyat.com/news/pr-019670566/kasus-keracunan-berulang-di-kbb-warga-cipongkor-desak-hentikan-program-mbg?page=all
- Kompas.com. (22 September 2025). 411 Pelajar di Cipongkor KBB Keracunan MBG, 47 Masih Dirawat Inap. https://www.kompas.com
- Pikiran Rakyat. (23 September 2025). 65 Siswa SMKN 1 Cihampelas Keracunan MBG, RSUD Cililin Penuh. https://www.pikiran-rakyat.com
- Kementerian Kesehatan RI. (2024). Pedoman Keamanan Pangan untuk Program Makanan Sekolah. https://www.kemkes.go.id
- Badan Gizi Nasional. (2025). Standar Pelaksanaan Program MBG. https://www.bgn.go.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI