Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Di Fenerbahce Disambut Meriah, Pulang Sunyi, Jangan Biarkan Luka Itu Berulang di Benfica, Mourinho!

22 September 2025   19:32 Diperbarui: 22 September 2025   19:32 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedatangan Mourinho  di Fenerbahce disambut  dengan gegap gempita oleh fans klub. (Dok. BolaSkor)

Di Fenerbahce Disambut Meriah, Pulang Sunyi, Jangan Biarkan Luka Itu Berulang di Benfica, Mourinho!

“Kekalahan hanyalah jeda, bukan akhir. Optimisme selalu menemukan jalannya.”

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah perpisahan yang sunyi selalu menandakan kegagalan abadi? Pertanyaan ini mengemuka ketika membaca laporan Detik.com edisi 19 September 2025 berjudul “Jose Mourinho di Fenerbahce: Datang Disambut, Pulang Sendirian”. Di sana, tersaji ironi pahit: Mourinho datang dengan gegap gempita, namun pergi tanpa tepuk tangan. Seolah gemuruh stadion berubah jadi bisikan hampa di lorong bandara.

Pada 30 Agustus lalu, Fenerbahce resmi mendepak Mourinho usai gagal menembus Liga Champions. Ironisnya, kegagalan itu datang dari Benfica—klub yang kini justru mengulurkan tangan untuk menyambutnya kembali setelah 25 tahun. Konteks ini membuat kisah Mourinho lebih relevan: hidup selalu memberi babak baru, bahkan dari luka lama. Seperti hujan yang berhenti di satu kota, tapi turun kembali di kota lain.

Sebagai penulis sekaligus pencinta sepakbola, saya melihat ini bukan sekadar drama seorang pelatih, tetapi potret tentang ekspektasi, keteguhan, dan harapan. Mourinho mungkin pulang sunyi dari Turki, tetapi di Lisbon ia punya peluang untuk menulis sejarah baru. Dan bukankah setiap sunyi hanyalah jeda sebelum riuh kembali?

Dari Euforia ke Sunyi: Luka Fenerbahce yang Membekas

Ketika Mourinho diperkenalkan di Ulker Stadium pada Juni 2024, sambutan luar biasa mengiringinya. Ribuan fans bernyanyi, spanduk membentang, dan janji-janji optimisme mengudara. Mourinho pun berujar, “Saya sudah dicintai bahkan sebelum memberi kemenangan.” Saat itu, langit Istanbul seakan ikut bernyanyi.

Namun setahun kemudian, momen itu berubah drastis. Mourinho meninggalkan Istanbul hanya dengan sebuah backpack, berjalan sendiri di bandara. Tak ada lagi sorak sorai, hanya keheningan yang menegaskan betapa tipis jarak antara cinta dan kecewa di sepakbola. Sebuah kontras yang menusuk hati, bagaikan panggung megah yang tiba-tiba padam lampunya.

Meski menyakitkan, momen itu penting. Sebab di balik sunyi ada pelajaran besar: loyalitas di sepakbola tak hanya ditentukan oleh nama besar, tetapi oleh hasil nyata di lapangan. Dan pelajaran itu bisa menjadi pondasi bagi kebangkitan berikutnya.

Usai dipecat dari Fenerbahce, Mourinho meninggalkan Istanbul hanya dengan sebuah backpack, berjalan sendiri di bandara. (Dok. MSN)
Usai dipecat dari Fenerbahce, Mourinho meninggalkan Istanbul hanya dengan sebuah backpack, berjalan sendiri di bandara. (Dok. MSN)

Fenerbahce dan Ekspektasi yang Tak Terpenuhi

Statistik Mourinho di Fenerbahce sejatinya tidak buruk: 62 laga dengan 37 kemenangan, 14 imbang, dan 11 kekalahan. Namun, bagi klub sebesar Fenerbahce, sekadar runner-up Liga Turki dan gagal lolos Liga Champions tak cukup. Ekspektasi publik jauh lebih tinggi. Dalam dunia besar seperti Fenerbahce, angka hanya hidup jika berujung pada piala.

Presiden klub, Ali Koc, menilai gaya bermain Mourinho terlalu defensif dan tidak sesuai DNA Fenerbahce yang agresif. Bagi fans, kegagalan melawan Benfica di playoff Liga Champions menjadi puncak kekecewaan. Itulah momen yang memutuskan segalanya. Satu malam yang mengubah tepuk tangan menjadi ejekan.

Kritiknya jelas: Mourinho gagal membaca kultur klub. Tetapi, bukankah kegagalan juga bisa menjadi guru terbaik? Inilah titik balik yang bisa menjadi energi baru di Benfica. Karena luka lama justru bisa menjadi bekal untuk menenun kemenangan baru.

Ironi Takdir: Disingkirkan Benfica, Kini Dipeluk Benfica

Ironi terasa begitu kuat: Mourinho dipecat karena kalah dari Benfica, lalu justru direkrut oleh Benfica sebagai pelatih baru. Takdir sepakbola kadang seperti drama Shakespeare—penuh paradoks, mengiris, namun tetap memesona. Seolah panggung yang menutup tirai, lalu membukanya kembali untuk aktor yang sama.

Bagi Mourinho, ini bukan hanya pekerjaan baru, melainkan kesempatan untuk menebus kesalahan. Ia tahu betul bahwa fans Benfica tak akan sekadar menelan nama besar. Mereka menuntut bukti, trofi, dan semangat juang yang segar. Nama besar hanyalah pintu, tetapi prestasi adalah kunci yang ditunggu.

Refleksinya: sejarah memang berulang, tapi hasilnya bisa berbeda bila kesalahan diubah menjadi hikmah. Di Lisbon, Mourinho punya panggung untuk membalik ironi menjadi kebangkitan. Dan mungkin kali ini, sejarah memilih untuk berpihak padanya.

Benfica: Harapan Baru, Ujian Baru

Jose Mourinho disambut meriah fans Benfica saat mendarat di Lisbon, Portugal. (Foto: Daily Mail) 
Jose Mourinho disambut meriah fans Benfica saat mendarat di Lisbon, Portugal. (Foto: Daily Mail) 

Benfica adalah klub dengan tradisi panjang, prestise besar, dan basis fans yang penuh gairah. Setelah menyingkirkan Fenerbahce, justru mereka kini mempercayakan masa depan pada Mourinho. Publik tahu, ini bukan sekadar nostalgia, melainkan taruhan besar. Taruhan yang bisa mengubah luka lama menjadi legenda baru.

Mourinho diikat kontrak hingga 2027. Tugasnya jelas: mengembalikan Benfica ke papan atas, bersaing dengan Sporting CP dan Porto, serta tampil layak di Eropa. Target ini bukan perkara ringan, tetapi justru di situlah tantangannya. Karena di sepakbola, yang berat itulah yang membuat kemenangan terasa manis.

Optimisme harus digelorakan: Mourinho bukan sekadar “The Special One” masa lalu, tetapi bisa menjadi pelatih yang lahir kembali, menemukan semangat baru, dan menghidupkan Benfica dengan energi segar. Sebab, setiap jiwa besar selalu punya kesempatan untuk dilahirkan kembali.

Dari Luka ke Kebangkitan: Optimisme yang Harus Dijaga

Dalam konferensi pers perkenalannya di Benfica, Mourinho dengan jujur mengaku: “Saya sudah berbuat kesalahan dengan melatih Fenerbahce.” Pengakuan ini bukan kelemahan, melainkan kekuatan. Sebab keberanian mengakui kesalahan adalah fondasi untuk bangkit. Jujur pada masa lalu adalah cara terbaik untuk menatap masa depan.

Kini, ia punya kesempatan untuk menulis ulang kisahnya. Bukan lagi tentang sambutan meriah yang berakhir sunyi, melainkan tentang perjalanan getir yang berubah jadi kemenangan. Fans Benfica tentu ingin percaya bahwa luka di Istanbul akan ditebus di Lisbon. Harapan itu kini hidup di setiap detak jantung stadion Da Luz.

Refleksinya jelas: dari kegagalan lahir kebangkitan. Mourinho punya semua modal untuk membuktikan bahwa kariernya belum habis, dan optimisme inilah yang harus terus dijaga. Dan mungkin, inilah kesempatan terakhir baginya untuk benar-benar meninggalkan jejak abadi.

Penutup

Kisah Mourinho di Fenerbahce memang getir: datang disambut meriah, pulang sunyi. Tetapi sepakbola selalu menawarkan babak baru. Di Benfica, ia punya panggung untuk membuktikan bahwa luka lama bisa menjadi bahan bakar kebangkitan.

Seperti kata pepatah, “Kebesaran bukanlah tidak pernah jatuh, melainkan bangkit setiap kali kita terjatuh.” Mourinho telah jatuh di Istanbul, kini saatnya ia bangkit di Lisbon. Optimisme harus lebih lantang daripada luka, karena sejarah tak harus berulang dengan cara yang sama.

Disclaimer

Tulisan ini adalah opini pribadi penulis berdasarkan sumber dari media arus utama.

Daftar Pustaka

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun