Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menkeu Baru, Saat Arah Ekonomi Indonesia Diuji

10 September 2025   19:37 Diperbarui: 10 September 2025   19:37 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sertijab Menkeu dari Sri Mulyani ke Purbaya. (dok. Akurat.co)

Menkeu Baru, Saat Arah Ekonomi Indonesia Diuji

"Pemimpin boleh berganti, tetapi arah bangsa ditentukan oleh keberanian membaca tanda zaman."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Mengapa pergantian Menteri Keuangan selalu mengguncang pasar dan mencuri perhatian publik? Pada Senin, 8 September 2025, Pikiran Rakyat (9/9/2025, 14:35 WIB) menurunkan artikel berjudul "Di Balik Pergantian Menkeu, Saat Poros Dunia Bergeser dari IMF ke BRICS dan Soemitronomic." Isu ini mendesak karena menyangkut stabilitas fiskal dan arah kebijakan ekonomi nasional di tengah gejolak global.

Bagaimana mungkin sebuah nama dapat memengaruhi IHSG, rupiah, hingga persepsi investor internasional? Pergantian Sri Mulyani oleh Purbaya Yudhi Sadewa bukan sekadar reshuffle kabinet, melainkan juga cermin dari pergulatan geopolitik. Penulis tertarik membedahnya karena pergantian ini bukan hanya soal orang, tetapi juga simbol pergeseran poros ekonomi dunia.

Apakah Indonesia siap meninggalkan IMF dan berlabuh pada BRICS+? Pertanyaan ini menggelitik, terlebih saat Presiden Prabowo Subianto baru saja pulang dari Beijing dengan senyum penuh isyarat. Urgensinya terletak pada dampak kebijakan yang tidak hanya menyentuh pasar, tetapi juga kesejahteraan rakyat di era transisi global yang kian dinamis.

1. Dari IMF ke BRICS: Peta Baru Ekonomi Global

Pergantian Menkeu tidak bisa dilepaskan dari konteks global. IMF dan World Bank selama ini menjadi "guru besar" ekonomi kita, dengan Sri Mulyani sebagai murid terbaiknya. Namun, ketika dunia mulai beralih ke BRICS+, posisi itu tampak tidak lagi relevan.

BRICS menawarkan model kolaborasi tanpa hegemoni. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, janji investasi besar-besaran dalam energi dan infrastruktur terdengar lebih menjanjikan dibandingkan nasihat fiskal ketat dari Washington. Ini memberi ruang bagi kedaulatan ekonomi untuk tumbuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun