Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Domino, Publik, dan Integritas Kekuasaan

8 September 2025   19:19 Diperbarui: 8 September 2025   19:19 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raja Juli Antoni klarifikasi soal foto viral dirinya bermain domino dengan tersangka pembalak liar Azis Wellang. Kompas.com/Istimewa 

Domino, Publik, dan Integritas Kekuasaan

"Kepercayaan publik dibangun dengan kejelasan, bukan kebetulan."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah sebuah permainan sederhana bisa mengubah citra seorang pejabat tinggi negara? Pertanyaan ini mendadak menyeruak setelah foto Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni viral pada Minggu, 7 September 2025, melalui laporan SerambiNews berjudul “Menteri Kehutanan Raja Juli Main Domino dengan Tersangka Pembalakan Liar, Langsung Klarifikasi”. Peristiwa itu bukan sekadar potret santai, melainkan fragmen kecil yang mengguncang kepercayaan publik.

Bayangkan, di tengah isu deforestasi yang tak kunjung reda, publik melihat seorang menteri duduk satu meja dengan tersangka pembalak liar. Momentum ini tak hanya melahirkan pertanyaan etis, tetapi juga menguji komitmen negara dalam menegakkan hukum kehutanan. Dari sinilah urgensi klarifikasi menjadi penting, bukan semata demi reputasi pribadi, melainkan juga demi menjaga marwah institusi.

Sebagai penulis, saya tertarik membedah fenomena ini karena ia menunjukkan betapa rapuhnya persepsi publik jika tidak segera diluruskan. Klarifikasi Raja Juli membuka ruang refleksi: bagaimana komunikasi pejabat publik semestinya dikelola, bagaimana integritas dipertahankan, dan bagaimana relasi kuasa tidak jatuh dalam jebakan simbolik yang melemahkan kredibilitas kebijakan.

1. Sebuah Foto, Seribu Tafsir

Sebuah foto yang viral di media sosial bisa lebih kuat daripada seribu kata pidato. Publik yang melihat Raja Juli duduk bersama tersangka pembalak liar otomatis mengaitkannya dengan isu integritas dan keberpihakan. Meski Raja Juli mengaku tak mengenal sosok Azis Wellang, narasi yang telanjur terbentuk sulit diredam begitu saja.

Fenomena ini memperlihatkan betapa citra pejabat publik sangat rentan terhadap tafsir liar. Dalam era digital, persepsi lebih cepat dibentuk daripada klarifikasi. Inilah mengapa setiap interaksi seorang pejabat harus mempertimbangkan risiko simbolik yang bisa mengganggu kredibilitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun