PM Singapura Ingatkan Bahaya ‘Screen Time’, Apa Sikap Indonesia?
"Anak yang tumbuh tanpa layar berlebih, akan lebih mengenal dunia nyata dengan penuh percaya diri."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Pada 18 Agustus 2025, Kompas.com merilis artikel berjudul “Siapkan Generasi Masa Depan, PM Singapura Ajak Orangtua Tak Beri ‘Screen Time’ buat Anak”. Artikel ini menyoroti pidato Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong yang menyerukan agar orangtua membatasi paparan gawai bagi anak. Pidato tersebut disampaikan dalam National Day Rally di ITE College Central.
Topik ini relevan dengan situasi saat ini di mana anak-anak Indonesia juga menghadapi tantangan serupa. Ketergantungan pada gawai kian meningkat, terutama sejak pandemi yang mempercepat digitalisasi pendidikan dan hiburan. Pertanyaan pentingnya: apakah kita juga siap merumuskan kebijakan tegas seperti Singapura?
Saya tertarik membahas hal ini karena isu screen time tidak sekadar soal teknologi, melainkan menyangkut kualitas tumbuh kembang generasi muda. Pembatasan layar bukan hanya tugas orangtua, melainkan juga kebijakan negara. Maka, refleksi dari pengalaman Singapura dapat menjadi cermin bagi Indonesia.
1. Pesan Wong: Generasi Digital Harus Dilindungi
Lawrence Wong menegaskan bahwa bayi dan balita seharusnya tidak mendapatkan paparan layar sama sekali. Pernyataan ini sejalan dengan rekomendasi ilmiah dari WHO yang menekankan bahaya screen time pada usia dini. Pesannya jelas: terlalu dini mengenalkan gawai berpotensi merusak perkembangan kognitif dan emosional anak.
Wong juga mengingatkan agar orangtua tidak menggunakan ponsel sebagai “pengasuh” instan. Praktik ini memang kerap dilakukan ketika anak rewel atau sulit diatur. Namun, kebiasaan itu justru membentuk ketergantungan jangka panjang yang sulit diputus.