Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Program Jemput Gabah Mengakhiri Dominasi Tengkulak

12 Agustus 2025   13:39 Diperbarui: 12 Agustus 2025   13:39 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulog Cirebon Jemput Gabah Rp6.500/kg di Panawuan, Kuningan, Dikawal Babinsa,  Sabtu (9/8/2025). ANTARA/Harianto 

Program Jemput Gabah Mengakhiri Dominasi Tengkulak

"Kedaulatan pangan bukan sekadar urusan perut, tetapi tentang kehormatan bangsa yang berdiri di atas tanahnya sendiri."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Di bawah langit biru Desa Panawuan, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan, Sabtu (9/8/2025), aroma padi kering bercampur angin siang menyambut Tim Jemput Gabah Perum Bulog Cabang Cirebon. Laporan ANTARA berjudul “Menjemput panen, meruntuhkan kuasa tengkulak dan kesejahteraan petani” memotret kerja kolektif negara dan petani melawan jeratan harga tak adil, sebuah gerakan sosial-ekonomi yang menyentuh inti kedaulatan pangan.

Isu ini kian relevan di tengah fluktuasi harga beras dan ancaman inflasi pangan. Intervensi langsung negara menjadi kunci stabilisasi pasar dan perlindungan petani. Harga beli Rp6.500 per kilogram yang ditetapkan Bulog bukan sekadar angka, tetapi tanda keberpihakan negara kepada produsen pangan, memutus kendali tengkulak atas nasib petani.

Kisah ini menarik karena memuat dimensi kemanusiaan, kebijakan, dan perlawanan terhadap struktur ekonomi timpang. Menjemput gabah bukan hanya urusan logistik, tetapi praktik politik pangan. Dalam konteks kedaulatan pangan dan keberlanjutan desa, inisiatif ini layak menjadi model nasional.

1. Negara Menyapa Sawah

Sejak Januari 2025, Program Tim Jemput Gabah Perum Bulog mengubah paradigma: negara tidak lagi menunggu, melainkan mendatangi petani di sawah. Kebijakan ini meruntuhkan jarak pusat–desa, memberi kepastian harga, dan menegaskan kehadiran negara yang nyata dalam melindungi produsen pangan.

Kehadiran tim di lapangan mempersempit ruang gerak tengkulak yang selama ini menekan harga. Dengan patokan Rp6.500/kg, negara mengirim pesan bahwa produksi pangan adalah aset strategis yang tak boleh dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun