Keadilan Bukan Soal Besar Kecilnya Angka, Tapi Benar atau Tidaknya Data
"Ketika Angka Mengguncang Hidup, Kebenaran Menjadi Harga yang Tak Ternilai"
Oleh Karnita
Pendahulua
Pekalongan, 8 Agustus 2025—pagi itu, berita di Kompas.com bertajuk "Kagetnya Ismanto Buruh Jahit di Pekalongan Dapat Tagihan Pajak Rp 2,8 Miliar, Begini Kata Kantor Pajak" menggemparkan jagat maya. Berita ini mengangkat kisah seorang buruh jahit lepas bernama Ismanto yang tiba-tiba menerima surat tagihan pajak fantastis. Penulis artikel mengulasnya dengan bahasa lugas, menampilkan sisi kemanusiaan di balik kisah administratif yang janggal. Saya tertarik karena berita ini menggugah pertanyaan mendasar tentang keamanan data pribadi dan kerentanan warga kecil di hadapan sistem negara.
Suasana yang tergambar jelas adalah rumah sederhana di ujung gang selebar satu meter, yang tiba-tiba menjadi saksi kedatangan petugas pajak. Dari potret itu, terlihat kontras antara kesahajaan kehidupan Ismanto dan angka miliaran yang tertera dalam dokumen resmi. Urgensi pemberitaan ini terletak pada masalah yang semakin relevan: kebocoran atau penyalahgunaan data pribadi yang dapat menyeret orang tak bersalah ke dalam persoalan hukum atau administrasi. Ini bukan hanya soal nominal, tetapi soal ketidakadilan yang bisa dialami siapa saja.
Bagi saya, peristiwa ini menjadi pengingat bahwa tata kelola administrasi negara harus berjalan berdampingan dengan perlindungan hak-hak sipil warganya. Ada dimensi moral dan sosial yang tak kalah penting dibanding sisi teknis perpajakan. Lebih dari sekadar berita, ini adalah peringatan bagi publik untuk waspada menjaga identitas pribadi dan mendesak adanya mekanisme koreksi yang cepat dan manusiawi ketika sistem membuat kekeliruan.
1. Ketika Sistem Menyasar yang Tak Bersalah
Ismanto hanyalah buruh jahit lepas. Ia bekerja harian demi mencukupi kebutuhan keluarga. Tidak pernah ia membayangkan akan berurusan dengan tagihan miliaran. Situasi ini terasa seperti ironi yang menyayat hati di tengah kehidupan yang sudah pas-pasan.
Kisahnya memperlihatkan bahwa sistem administrasi, betapa pun canggihnya, tetap berpotensi keliru. Data yang tercatat belum tentu mencerminkan fakta. Apalagi jika ada pihak yang menyalahgunakannya. Kesalahan satu titik data bisa mengubah nasib seseorang secara drastis.