Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bukan Sekadar Angka, Kemiskinan Butuh Rekayasa Sosial yang Membuka Jalan Harapan

29 Juli 2025   11:12 Diperbarui: 29 Juli 2025   11:12 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Kota Badung, Luhut: Metode hitung kemiskinan perlu direvisi, jumlah miskin naik jadi 194,8 juta (World Bank). (Dok. PRMN)   

2. Masyarakat Sebagai Subjek, Bukan Objek Bantuan

Transformasi sosial yang berhasil hanya bisa terjadi bila masyarakat dilihat sebagai subjek perubahan. Pernyataan ini bukan retorika, tapi tuntutan etis dan strategis. Ketika warga miskin dianggap objek bantuan yang pasif, maka mereka tidak akan pernah lepas dari ketergantungan. Di sinilah pendekatan Prof. Lala menjadi terang: masyarakat harus memiliki ruang aktualisasi, bukan sekadar menerima bantuan dalam bentuk sembako atau BLT.

Di banyak wilayah Indonesia, sudah terbukti bahwa program-program dengan pelibatan aktif masyarakat—seperti PNPM Mandiri atau KOTAKU—lebih berhasil menciptakan rasa kepemilikan dan keberlanjutan. Partisipasi berarti hak untuk berbicara, berkontribusi, dan mengelola sumber daya untuk kebutuhan kolektif. Ini menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan sosial dan memperkuat ketahanan masyarakat.

Tentu tidak mudah. Hambatan struktural seperti rendahnya pendidikan, korupsi lokal, dan mentalitas ketergantungan masih menjadi tantangan besar. Tetapi solusi tidak datang dari menunggu "pemerintah ideal", melainkan dari membangun sistem sosial yang mendukung tumbuhnya inisiatif warga secara nyata. Rekayasa sosial harus menjembatani aspirasi rakyat dan komitmen negara.

3. Sinergi Kebijakan: Ketika Fiskal dan Moneter Harus Saling Sapa

Kemiskinan bukan hanya masalah sosial, tapi juga ekonomi struktural. Guru Besar Ekonomi Makro IPB University, Prof. Hermanto Siregar, menegaskan pentingnya sinergi antara kebijakan fiskal (anggaran negara) dan moneter (pengelolaan uang dan suku bunga). Dalam konteks ini, anggaran untuk subsidi, pendidikan, dan belanja sosial harus diimbangi dengan pengendalian inflasi, suku bunga rendah, dan stabilitas rupiah. Tanpa keseimbangan ini, rakyat kecil akan tetap terhimpit meski bantuan digelontorkan.

Di Indonesia, ketidaksinambungan kebijakan sering kali menjadi akar masalah. Subsidi diberikan, tetapi harga bahan pokok tetap melonjak. Program pendidikan digencarkan, tetapi biaya pendidikan tetap tak terjangkau. Inilah yang harus dikritisi: tidak cukup hanya memiliki kebijakan pro-rakyat, tetapi juga harus dirancang lintas sektor dan saling memperkuat.

Kebijakan yang inklusif juga berarti menjangkau daerah tertinggal dan memastikan bahwa dana publik tidak bocor dalam birokrasi. Dalam hal ini, kerja sama antara kementerian, pemerintah daerah, dan lembaga pengelola fiskal harus berjalan selaras. Tanpa orkestrasi yang baik, upaya mengentaskan kemiskinan hanya akan menjadi jargon politik musiman.

4. Ancaman Resesi Global dan Dampaknya terhadap Kaum Rentan

Tantangan baru datang dari luar negeri. Resesi global yang dipicu ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, dan krisis pangan dunia membuat upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia semakin berat. Prof. Hermanto menyebut bahwa tekanan terhadap ekspor, kenaikan harga pokok, dan meningkatnya pengangguran menjadi risiko nyata yang bisa mendorong lebih banyak rakyat jatuh miskin.

Kondisi ini menuntut negara untuk memiliki ketahanan ekonomi domestik. Salah satu caranya adalah melalui stimulus fiskal yang tepat sasaran. Bukan hanya memberikan bantuan sosial, tetapi juga menginvestasikan anggaran negara ke sektor yang menyerap tenaga kerja dan menciptakan nilai tambah—seperti pertanian, UMKM, dan energi terbarukan. Ini bukan soal memilih antara menyelamatkan ekonomi atau menyelamatkan rakyat. Keduanya harus berjalan seiring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun