Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dari Biawak hingga Kemandirian Teknologi: Serba-Serbi Kereta Cepat Whoosh

27 Juli 2025   16:49 Diperbarui: 27 Juli 2025   16:49 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Ancaman dari Alam: Ketika Biawak dan Layangan Jadi Lawan Kecepatan

Insiden kereta Whoosh menabrak biawak bukan yang pertama. Kompas mencatat sudah 10 insiden serupa terjadi sepanjang semester pertama 2025, khususnya di jalur Padalarang–Karawang yang dikelilingi hutan kecil, semak belukar, dan saluran air. Realitas geografis ini menjadikan lintasan Whoosh rentan terhadap gangguan fauna liar.

Kejadian ini menunjukkan bahwa pengembangan infrastruktur canggih tidak boleh melupakan faktor ekologis. KCIC telah memasang pagar pengaman dan rutin melakukan patroli, tetapi frekuensi kejadian menunjukkan bahwa mitigasi belum optimal. Refleksi penting di sini: dalam membangun proyek besar, diperlukan integrasi antara teknologi, tata ruang, dan konservasi lingkungan.

Lebih jauh, ini bukan hanya soal teknis, tetapi soal edukasi publik. Jika layangan bisa menghentikan kereta cepat, maka tantangan kita bukan hanya teknologi, tetapi kesadaran kolektif masyarakat dalam merawat sistem transportasi bersama.

3. Whoosh dan Persepsi Publik: Antara Kebanggaan dan Kekhawatiran

Whoosh lahir dengan kebanggaan besar. Ia adalah kereta cepat pertama di Asia Tenggara, simbol lompatan teknologi, dan bagian dari proyek strategis nasional. Namun, tak sedikit juga kritik dan kekhawatiran yang menyertainya: dari efisiensi biaya, sebaran manfaat ekonomi, hingga ancaman penggusuran dan keberlanjutan finansial proyek.

Insiden-insiden kecil seperti tabrakan dengan biawak atau layangan sering kali dibesar-besarkan di media sosial, menjadi bahan olok-olok yang menyingkirkan apresiasi terhadap kerja keras banyak pihak. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi publik terhadap Whoosh masih rapuh, dan komunikasi publik perlu lebih strategis dalam membangun kepercayaan.

Masyarakat perlu disadarkan bahwa tidak ada sistem yang 100% bebas gangguan, termasuk di negara maju. Yang penting adalah respon, transparansi, dan komitmen pada perbaikan berkelanjutan. Whoosh harus menjadi simbol dialog kritis, bukan sekadar glorifikasi atau sinisme.

4. Kesiapan Infrastruktur Pendukung: Lebih dari Sekadar Jalur

Kereta cepat tak berdiri sendiri. Ia bergantung pada ekosistem transportasi yang terintegrasi: stasiun yang mudah diakses, konektivitas antarmoda, hingga sistem pembayaran digital yang ramah pengguna. Di titik inilah Whoosh masih menghadapi tantangan besar.

Misalnya, akses ke Stasiun Halim atau Tegalluar masih belum optimal bagi banyak warga. Transportasi pengumpan belum sepenuhnya tersambung dengan sistem waktu yang sinkron. Dalam jangka panjang, ini dapat menggerus potensi Whoosh sebagai pilihan utama perjalanan antarkota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun