"Bukan Sekadar Nol Persen, Tapi Tentang Generasi yang Tak Tergadai oleh Malnutrisi"
Kisah Kampung KB Kokolaka dan Bukti Nyata Kekuatan dari Akar Rumput
Oleh Karnita
Pendahuluan: Akar Rumput dan Asa Kesejahteraan
Pagi yang rimbun di Kelurahan Jatirejo, Gunungpati, Kota Semarang, terasa istimewa pada 26 Juli 2025 ketika Pikiran Rakyat menerbitkan laporan berjudul "Kampung KB Kokolaka Jatirejo Zero Stunting, Buktikan Program dari 'Akar Rumput' Ampuh Bangkitkan Kesejahteraan". Dalam liputan yang ditulis Vidia Elfa Safhira, pembaca diajak menyusuri kisah sukses sebuah kampung yang mengalahkan tantangan stunting melalui pendekatan komunitas, ketekunan, dan sinergi antarsektor. Tak hanya sebuah catatan keberhasilan statistik, kisah ini menjadi simbol kekuatan kolektif dalam membentuk masa depan bangsa yang lebih sehat.
Ketertarikan penulis terhadap topik ini berangkat dari keberanian Kampung KB Kokolaka untuk membalik narasi. Di tengah kesenjangan wilayah dan berbagai tantangan struktural dalam menurunkan angka stunting secara nasional---yang masih 19,8% per 2024---kampung ini hadir dengan capaian zero stunting. Sebuah prestasi yang bukan semata karena intervensi pusat, melainkan dari sinergi akar rumput yang jarang mendapat panggung utama. Apa yang dilakukan warga Jatirejo menyiratkan bahwa solusi lokal yang dimiliki warga sendiri bisa lebih efektif dibandingkan pendekatan top-down yang generik.
Relevansi kisah ini terasa semakin kuat saat target RPJMN 2024 tentang prevalensi stunting 14% tampak kian menantang. Dalam konteks itulah Kampung KB Kokolaka menjelma bukan hanya sebagai "percontohan", tetapi juga sebagai ruang refleksi untuk menakar kembali arah kebijakan publik, relevansi pendekatan komunitas, serta urgensi pemberdayaan lintas lapisan dalam pembangunan manusia. Artikel ini menggali lima pelajaran utama dari kisah tersebut---yang melampaui narasi program dan menyentuh ranah budaya, kesehatan, dan keadilan sosial.
1. Dashat dan Dapur yang Mendidik: Nutrisi sebagai Wacana Komunitas
Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) bukan sekadar program distribusi makanan bergizi, tetapi juga wahana pendidikan. Di Kampung KB Kokolaka, ibu-ibu tidak sekadar menerima bantuan bahan pangan, tetapi juga mendapatkan edukasi tentang gizi seimbang. Di sinilah letak keberhasilan program: ia tak berhenti di dapur, tetapi menyusup ke kesadaran.
Pendekatan ini menyadarkan kita bahwa problem stunting tidak bisa diselesaikan hanya dengan suplai gizi jangka pendek. Yang dibutuhkan adalah transformasi kebiasaan, dari pola makan hingga pola pikir. Ketika masyarakat mulai memahami hubungan antara gizi dan kualitas hidup anak mereka, maka intervensi tidak lagi menjadi sekadar instruksi pemerintah, melainkan kebutuhan yang tumbuh dari kesadaran warga.
Sayangnya, banyak program serupa di tempat lain masih terjebak pada pendekatan charity. Kokolaka membuktikan bahwa warga bukan objek pasif melainkan subjek aktif pembangunan. Di sinilah letak bedanya: edukasi menyertai bantuan, bukan sebaliknya.
2. Rumah Data dan Ketahanan Informasi: Akurasi yang Menggerakkan