Mengunyah Masa Depan: Konsumsi Daging Meningkat, Gizi dan Iklim Masih Terancam
"Kita tidak bisa memberi makan dunia besok dengan cara bertani kemarin." -- Mathias Cormann, Sekjen OECD
Oleh Karnita
Ketika Daging Menjadi Simbol Kemajuan dan Ancaman
Di balik rak-rak supermarket yang dipenuhi daging segar dan susu dalam kemasan steril, tersembunyi dilema global yang makin mendesak: bagaimana memberi makan populasi dunia yang terus tumbuh tanpa menghancurkan bumi yang menjadi dapur bersama? Udara kota yang kian penuh emisi dan anak-anak kurus di desa-desa terpencil menandai paradoks zaman ini: konsumsi protein hewani meningkat, namun krisis gizi dan ancaman iklim tak kunjung reda.
Laporan terbaru dari FAO dan OECD dalam Agricultural Outlook 2025--2034 menyuarakan ironi itu dengan jernih. Di satu sisi, konsumsi daging dan susu akan naik signifikan, terutama di negara berkembang yang pendapatannya meningkat. Di sisi lain, ketimpangan gizi tetap menganga lebar dan jejak karbon produksi pangan hewani terus menguat, mengancam tujuan iklim global.
Kita hidup di tengah gejolak: antara kemajuan pangan dan keterancaman masa depan. Artikel ini menelisik bukan hanya apa yang kita makan, tapi bagaimana pilihan itu membentuk dunia esok---dari desa peternakan di Asia hingga meja makan urban yang tak pernah sepi.
Pola Konsumsi yang Tumbuh, Tapi Tak Merata
Proyeksi peningkatan 6 persen konsumsi produk hewani per orang hingga 2034 tampak sebagai kabar baik bagi status gizi global. Namun, kenyataannya lebih kompleks. Negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah mencatat lonjakan konsumsi hingga 24 persen---lebih tinggi dari rata-rata global---sementara negara miskin tertinggal dengan hanya 143 kkal/hari dari produk hewani, jauh di bawah standar gizi sehat.
Ketimpangan ini memperlihatkan bahwa urbanisasi dan peningkatan pendapatan memang memperluas akses, tapi tidak otomatis menyelesaikan masalah gizi. Gizi tetap menjadi isu struktural: terkait distribusi, pendidikan pangan, dan daya beli yang timpang. Seperti dikatakan Qu Dongyu dari FAO, "Peningkatan konsumsi harus disertai kebijakan yang menjangkau yang paling tertinggal."