Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Hidupkan, Rawat, Bangkitkan: Teras Cihampelas, Bukan Dihilangkan

7 Juli 2025   13:40 Diperbarui: 7 Juli 2025   13:40 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana sepi di Teras Cihampelas, Kota Bandung, Minggu (6/7/2025). (Dok. TribunJabar.id) 

Hidupkan, Rawat, Bangkitkan: Teras Cihampelas, Bukan Dihilangkan
"Ruang publik bukan untuk dibongkar, tapi untuk dirawat bersama."

Oleh Karnita

Pendahuluan: Ketika Langkah Kecil Butuh Napas Besar

Teras Cihampelas hari ini menyuguhkan pemandangan yang kontras dari masa jayanya. Jalur pedestrian yang dulu ramai dipenuhi wisatawan dan warga lokal kini terlihat lengang, seolah kehilangan denyut nadi kota. Coretan vandalisme menghiasi tiang-tiang penyangga, cat mengelupas di beberapa bagian, dan beberapa kios dibiarkan terbuka tanpa penghuni. Bau lembap menyergap dari bagian-bagian yang tidak lagi tersentuh pembersih, sementara tanaman yang dulu menghiasi tepian jalan layang tampak layu, bahkan mati. Teras yang pernah menjadi etalase inovasi kota kini tampak seperti ruang terbengkalai yang hanya menyisakan bayang-bayang kejayaan.

Bandung pernah punya impian besar lewat langkah-langkah kecil yang mengubah wajah kota. Salah satu yang paling mencolok adalah Teras Cihampelas, skywalk sepanjang 700 meter yang sempat menjadi destinasi unggulan sekaligus solusi relokasi pedagang kaki lima secara elegan. Dalam artikelnya yang reflektif dan membumi, Kang Irfan Sjafari mengajak kita menatap kembali ruang yang terlantar ini bukan dengan gergaji pembongkaran, tetapi dengan gagasan perawatan.

Tulisan Irfan Sjafari (Kompasiana 7 Juli 2025) bukan sekadar nostalgia, melainkan argumentasi yang lugas namun lembut bahwa Teras Cihampelas adalah warisan urban dari semangat kolaboratif era Ridwan Kamil–Oded M. Danial.  Ia tidak membela tanpa nalar, dan tidak pula menghakimi tanpa data. Ia menyodorkan satu kerangka berpikir penting: jika sebuah ikon terluka, bukan amputasi solusinya, melainkan perawatan.

Dalam semangat itulah artikel ini melanjutkan diskusi. Kita coba hadirkan sudut pandang baru, memperkuat data, menawarkan opsi konkret, serta menempatkan urgensi revitalisasi dalam kerangka kebijakan publik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Teras Cihampelas bukan sekadar konstruksi, ia adalah simbol partisipasi, dan karena itu, layak untuk dihidupkan kembali—bukan dihapuskan.

1. Dari Ikon Menuju Infrastruktur Sosial

Serba-Serbi Ide Pembongkaran Teras Cihampelas yang disulkan KDM (dok. Bandung g.id)
Serba-Serbi Ide Pembongkaran Teras Cihampelas yang disulkan KDM (dok. Bandung g.id)

Teras Cihampelas bukan sekadar pedestrian jalan layang. Ia dibangun dengan semangat memanusiakan ruang kota, mengintegrasikan UMKM, wisatawan, dan pejalan kaki dalam satu kawasan inklusif. Ini bukan produk instan: melalui perencanaan matang Kang Ridwan Kamil dan timnya, Teras ini menjadi bagian dari transformasi wajah Bandung yang kala itu sempat dielu-elukan sebagai kota layak jalan kaki.

Apa yang ditawarkan Teras Cihampelas adalah bentuk baru dari infrastruktur sosial: ruang yang tidak hanya berfungsi secara fisik, tetapi juga simbolik. Ia menjadi panggung kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan pelaku usaha kecil. Hal ini terbukti dari narasi pedagang seperti Suherman, Aan yang mampu mempertahankan omzet stabil meski kondisi tak ideal. Itu bukan kebetulan, tapi bukti bahwa ruang ini punya daya tahan sosial.

Ironisnya, ketika wajah kota berubah pasca-pandemi, narasi pembongkaran justru menguat. Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (2025), lebih dari 60% masyarakat perkotaan Indonesia merasa kehilangan ruang publik yang aman dan inklusif. Dalam konteks ini, Teras Cihampelas seharusnya dilihat sebagai peluang, bukan beban.

2. Solusi Kolektif, Bukan Pembongkaran

Artikel Irfan Sjafari menunjukkan bahwa kesalahan tidak ada pada konstruksi, melainkan pada kelalaian perawatan. Ini menyentil satu fakta penting: pemerintah kerap gagal memelihara setelah membangun. Maka bukan pembongkaran yang harus menjadi opsi utama, melainkan revitalisasi berbasis partisipasi warga.

Revitalisasi bisa dimulai dari manajemen terpadu. Saran akademisi seperti Yogi Suprayogi,  dari Universitas Padjadjaran tentang penunjukan BUMD atau swasta untuk pengelolaan adalah salah satu solusi konkret. Hal ini bisa difasilitasi melalui Peraturan Wali Kota (Perwal) yang menetapkan sistem kemitraan sekaligus target layanan minimal—kebersihan, keamanan, dan aktivitas rutin.

Tentu revitalisasi juga membutuhkan penguatan anggaran dan SDM. Namun, dibandingkan biaya pembongkaran dan pembangunan ulang jalur Cihampelas yang bisa mencapai puluhan miliar, perawatan jauh lebih hemat dan berdampak. Sebuah kebijakan cerdas seharusnya tidak sekadar efisien, tetapi juga berkelanjutan.

3. Menyambung Urban Farming dan Ekonomi Hijau

Usulan dari aktivis Tini Martini, soal urban farming patut diapresiasi dan diperluas. Bayangkan Teras Cihampelas disulap menjadi taman hidroponik kota dengan kios UMKM kuliner sehat. Konsep ini bukan utopia: Jakarta, Seoul, dan Singapura telah melakukannya. Dengan insentif yang tepat, warga bisa ikut merawat sambil berjualan.

Urban farming juga bisa menjadi pendidikan ekologis publik. Sekolah-sekolah sekitar dapat menjadikan Teras sebagai laboratorium hijau—tempat belajar pertanian kota, pemilahan sampah, dan konservasi air. Kolaborasi dengan komunitas lingkungan akan membuat ruang ini kembali hidup, bukan hanya sebagai tempat jual beli, tetapi juga perenungan akan keberlanjutan.

Lebih jauh, bila dikaitkan dengan agenda Bandung sebagai kota kreatif UNESCO, Teras bisa menjadi zona ekokreatif yang menampilkan produk-produk hijau, pertunjukan komunitas, hingga festival tanaman kota. Dari sudut ini, Teras Cihampelas bisa naik kelas: bukan sekadar pasar, tapi ruang ekosistem urban yang baru.

4. Aktivasi Komunitas dan Event Kota

Kisah sepi do tengah  kenangan Teras Cikampelas (dok. detkom)
Kisah sepi do tengah  kenangan Teras Cikampelas (dok. detkom)

Sebagaimana diungkap Suprayogi, Teras Cihampelas seharusnya menjadi panggung event kreatif, bukan sekadar lorong jual beli. Bandung punya modal sosial besar: komunitas film, musik, mode, hingga seni jalanan yang belum terhubung secara sistematis dengan ruang kota. Di sinilah peran pemerintah untuk menjadi fasilitator, bukan dominator.

Aktivasi komunitas bisa dimulai dengan kalender event tematik. Pekan fashion UMKM, festival mural, lomba jalan sehat keluarga, atau pertunjukan komunitas sekolah. Semua bisa dirancang bersama warga dan pemilik kios. Pemerintah cukup hadir sebagai pengatur izin, jaminan keamanan, dan promotor digital.

Dengan pendekatan ini, Teras tidak hanya hidup di siang hari, tetapi juga malam—seperti alun-alun Bandung. Penerangan, CCTV, dan keamanan bisa ditingkatkan, sambil merancang tata kelola jam operasional yang fleksibel. Kota akan tumbuh jika warganya merasa ruang publik miliknya, bukan milik birokrasi.

5. Perspektif Lingkungan dan Kebijakan

Pembongkaran bukan hanya soal biaya uang, tapi juga biaya lingkungan. Studi dari tim Universitas Pendidikan Indonesia menyebut dampak limbah konstruksi dari pembongkaran bisa mencemari kawasan bawah tanah Cihampelas dan memperparah beban TPA. Selain itu, pembangunan baru juga memerlukan AMDAL dan waktu yang lama.

Solusi yang lebih ramah lingkungan adalah renovasi berbasis reuse dan upcycle. Misalnya, menggunakan ulang material kayu, menambahkan panel surya, atau perbaikan drainase tanpa membongkar struktur utama. Ini bisa dikaji lebih lanjut oleh dinas teknis dan perguruan tinggi.

Dari sisi kebijakan, perlu penguatan pada regulasi pengelolaan ruang publik. Perwal harus berbasis data dan riset. Kota butuh masterplan ruang terbuka yang mempertimbangkan keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan ekologi. Teras Cihampelas bisa menjadi pilot project untuk skema ini.

Penutup: Dari Ruang Terbengkalai ke Ruang Harapan

"Kota yang baik bukan yang hanya dibangun, tetapi yang dirawat bersama." Kalimat ini semestinya menjadi prinsip tata kelola ruang publik modern. Teras Cihampelas bukan gagal dari sisi desain, tetapi dari ketidaksungguhan menjaga semangat kolaboratifnya.

Alih-alih membongkar, mari hidupkan kembali dengan pendekatan yang lebih cerdas: melibatkan warga, memfasilitasi komunitas, dan merawat keberlanjutan ekologis. Kota ini tidak butuh lebih banyak bangunan baru, tetapi lebih banyak ruang yang bisa dirasakan warganya.

Maka mari kita tegaskan: Teras Cihampelas tidak sekarat. Ia hanya butuh dipulihkan. Karena kota yang manusiawi bukan yang paling megah, tetapi yang tidak melupakan ruang manusianya. Wallahu a'lam. 

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka
Sjafari, Irvan. "Hidupkan Teras Cihampelas, Bukan Membongkarnya". Kompasiana, 7 Juli 2025. https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/6866af5034777c38901fcd33

Kompas. "Pedagang dan Warga Tolak Ide Dedi Mulyadi Bongkar Teras Cihampelas". 3 Juli 2025. www.kompas.comSuprayogi, Yogi. 

Wawancara di Kompasiana, 3 Juli 2025. Nurcahya, Yan dkk. "Revitalization Skywalk Bandung: Reviving The Urban Area". Journal of Architecture Research, Vol. 3, Universitas Pendidikan Bandung, 2021.

Nappisah. "Kian Resah: Pedagang Teras Cihampelas Bandung Minta Dialog, Bukan Pembongkaran Sepihak". Tribun Jabar, 7 Juli 2025. https://jabar.tribunnews.com/2025/07/07/kian-resah-pedagang-teras-cihampelas-bandung-minta-dialog-bukan-pembongkaran-sepihak

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun