Sebagaimana diungkap Suprayogi, Teras Cihampelas seharusnya menjadi panggung event kreatif, bukan sekadar lorong jual beli. Bandung punya modal sosial besar: komunitas film, musik, mode, hingga seni jalanan yang belum terhubung secara sistematis dengan ruang kota. Di sinilah peran pemerintah untuk menjadi fasilitator, bukan dominator.
Aktivasi komunitas bisa dimulai dengan kalender event tematik. Pekan fashion UMKM, festival mural, lomba jalan sehat keluarga, atau pertunjukan komunitas sekolah. Semua bisa dirancang bersama warga dan pemilik kios. Pemerintah cukup hadir sebagai pengatur izin, jaminan keamanan, dan promotor digital.
Dengan pendekatan ini, Teras tidak hanya hidup di siang hari, tetapi juga malam—seperti alun-alun Bandung. Penerangan, CCTV, dan keamanan bisa ditingkatkan, sambil merancang tata kelola jam operasional yang fleksibel. Kota akan tumbuh jika warganya merasa ruang publik miliknya, bukan milik birokrasi.
5. Perspektif Lingkungan dan Kebijakan
Pembongkaran bukan hanya soal biaya uang, tapi juga biaya lingkungan. Studi dari tim Universitas Pendidikan Indonesia menyebut dampak limbah konstruksi dari pembongkaran bisa mencemari kawasan bawah tanah Cihampelas dan memperparah beban TPA. Selain itu, pembangunan baru juga memerlukan AMDAL dan waktu yang lama.
Solusi yang lebih ramah lingkungan adalah renovasi berbasis reuse dan upcycle. Misalnya, menggunakan ulang material kayu, menambahkan panel surya, atau perbaikan drainase tanpa membongkar struktur utama. Ini bisa dikaji lebih lanjut oleh dinas teknis dan perguruan tinggi.
Dari sisi kebijakan, perlu penguatan pada regulasi pengelolaan ruang publik. Perwal harus berbasis data dan riset. Kota butuh masterplan ruang terbuka yang mempertimbangkan keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan ekologi. Teras Cihampelas bisa menjadi pilot project untuk skema ini.
Penutup: Dari Ruang Terbengkalai ke Ruang Harapan
"Kota yang baik bukan yang hanya dibangun, tetapi yang dirawat bersama." Kalimat ini semestinya menjadi prinsip tata kelola ruang publik modern. Teras Cihampelas bukan gagal dari sisi desain, tetapi dari ketidaksungguhan menjaga semangat kolaboratifnya.
Alih-alih membongkar, mari hidupkan kembali dengan pendekatan yang lebih cerdas: melibatkan warga, memfasilitasi komunitas, dan merawat keberlanjutan ekologis. Kota ini tidak butuh lebih banyak bangunan baru, tetapi lebih banyak ruang yang bisa dirasakan warganya.