Passive Income adalah Napas Kedua Keluarga Modern
“Bukan tentang kaya cepat, tapi tentang tenang panjang.”
Oleh Karnita
Pendahuluan
Di tengah naik-turunnya harga kebutuhan pokok dan tekanan ekonomi global, banyak keluarga kini mulai mempertanyakan: apakah satu sumber penghasilan cukup untuk menjamin ketenangan hidup? Kenyataannya, tidak sedikit yang mulai melihat passive income sebagai jalan baru, bukan sekadar alternatif. Masyarakat urban, kaum profesional, bahkan ibu rumah tangga kini mulai melirik cara agar uang dapat bekerja untuk mereka, bukan sebaliknya.
Menariknya, pembahasan tentang passive income tidak lagi semata perkara finansial, tetapi sudah masuk ke ranah spiritual dan sosial. Keseimbangan hidup, keberkahan harta, dan kemapanan yang menenangkan batin—itulah yang kini menjadi orientasi baru dalam diskusi keuangan keluarga. Maka tak heran, konsep "sakinah finance" mulai menjadi perbincangan serius di banyak ruang diskusi publik dan privat.
Tulisan ini hendak menggali lebih dalam urgensi passive income dalam konteks keluarga masa kini. Kita akan mempertajamnya dengan lima perspektif tambahan yang tak kalah penting: dari etika konsumsi, literasi keuangan, gender dan ekonomi rumah tangga, hingga kritik terhadap euforia investasi pasif. Lebih dari sekadar strategi finansial, passive income adalah ikhtiar membangun ketenangan jiwa dan keberkahan hidup.
1. Passive Income: Nafas Kedua, Bukan Nafsu Kedua
Pesan moral dari narasi tentang passive income adalah sederhana namun dalam: jangan jadikan uang sebagai tujuan, melainkan sebagai alat. Dalam kerangka sakinah finance, passive income bukan sekadar untuk memperbesar saldo tabungan, melainkan untuk meringankan beban dan memberi ruang spiritual bagi keluarga. Namun tantangannya jelas—banyak yang tergoda menjadikan passive income sebagai ajang spekulasi, bukan stabilisasi.
Sayangnya, euforia ini juga memunculkan fenomena 'investasi instan': beli properti tanpa rencana, ikut kripto tanpa edukasi, dan terjerat platform-platform pengganda uang. Padahal, passive income yang sehat harus berdiri di atas landasan keberkahan, transparansi, dan akuntabilitas. Tanpa itu, bukan "sakinah" yang diraih, tapi justru "fitnah" finansial.
Maka, perlu ditekankan: passive income yang benar harus tetap aktif secara moral. Uang yang mengalir bukan berarti tanggung jawab berhenti. Justru di situlah ujian pengelolaan dan kebijakan dimulai.