Kewaspadaan Bukan Kepanikan: Covid-19 Belum Usai, Tapi Kita Bisa Lebih Bijak
"Tetap tenang, tetap waspada. Karena kekuatan tak selalu hadir dalam kepanikan, tapi dalam ketegasan yang tenang."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Pada pekan epidemiologi ke-22 tahun 2025, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat tujuh kasus baru Covid-19 dalam periode 25–31 Mei. Temuan ini dirilis melalui laporan resmi Kemenkes dan dikutip Kompas.com pada Selasa, 3 Juni 2025. Meski jumlah kasus terbilang rendah, pemerintah menanggapinya dengan mengeluarkan surat edaran sebagai bentuk antisipasi.
Mengapa hal ini penting untuk dibahas? Karena kenaikan kasus di Indonesia terjadi di tengah gelombang signifikan di negara tetangga seperti Thailand dan Singapura. Fenomena ini menantang kesadaran publik akan pentingnya protokol kesehatan meski pandemi telah dinyatakan usai. Refleksi diperlukan: bagaimana seharusnya kita bersikap di tengah “lonjakan kecil” yang bisa berdampak besar?
1. Jumlah Kecil, Dampak Bisa Besar
Menurut laporan mingguan Kemenkes RI, hanya tujuh kasus yang ditemukan dengan tingkat positivity rate sebesar 2,05 persen. Dibandingkan dengan puncak tahun ini yang tercatat 3,62 persen di minggu ke-19, angka ini masih tergolong rendah. Tidak ada kematian yang dilaporkan dan varian yang teridentifikasi adalah subvarian Omicron JR1.
Namun, membandingkan data secara kuantitatif saja bisa menyesatkan jika tidak dilihat dalam konteks epidemiologi. Tingginya pergerakan masyarakat dan rendahnya kewaspadaan pascapandemi bisa menyebabkan underreporting. Apalagi jika tracing dan testing sudah tidak lagi masif seperti sebelumnya.
Langkah Kemenkes mengeluarkan surat edaran patut diapresiasi. Tetapi efektivitasnya bergantung pada kesiapsiagaan fasilitas kesehatan daerah serta disiplin pelaporan kasus. Ini saatnya membangun budaya kewaspadaan yang berbasis data, bukan sekadar reaksi temporer terhadap angka statistik.
2. Thailand dan Singapura: Cermin Kesiapsiagaan