Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Celengan, Sapi, dan Niat Tulus Bocah Bernama Hani

30 Mei 2025   19:54 Diperbarui: 30 Mei 2025   19:54 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga tahun ia konsisten. Uang terkumpul Rp2,1 juta. Belum cukup untuk sepatungan kurban sapi (Rp2,5 juta), namun orang tuanya dengan bangga menambahi kekurangannya. Bagi mereka, anak sekecil Hani yang sudah punya niat dan usaha keras, layak didorong penuh.

"Berbuat baik bukan soal umur, tapi soal keberanian hati."

Dari Ruang Belajar ke Ruang Kurban

Pandemi COVID-19 membuat Hani lebih banyak berada di rumah. Tak ada hiruk-pikuk sekolah, tak banyak waktu bermain. Tapi Hani tidak mengeluh. Ia isi waktunya dengan hal produktif: belajar dan menabung. Inilah yang membuat orang tuanya bangga bukan main.

Ketika celengan dibuka dan uang dihitung, Hani langsung meminta agar dana itu diserahkan ke panitia kurban Masjid Nurul Iman. Tidak ada ragu, tidak ada tanya-tanya. Ia bahkan menolak saat orang tuanya bertanya ulang: "Yakin, Nak, untuk kurban?"

Niatnya teguh. Ketulusannya tak goyah. Padahal Hani belum balig, belum terbebani kewajiban kurban menurut syariat. Tapi di situlah letak kekuatannya. Justru karena belum wajib, maka tindakannya menjadi lebih murni, lebih indah, lebih menyentuh hati.

"Kebaikan kecil dari anak kecil bisa menggugah kesadaran orang dewasa."

Pelajaran dari Hani untuk Kita Semua

Di masjid tempat ia berkurban, Hani adalah peserta termuda. Yang lain sudah dewasa---ada pedagang, mahasiswa, bahkan kepala keluarga. Tapi siapa yang paling murni niatnya? Siapa yang menabung sejak TK hanya untuk kurban? Barangkali hanya Hani.

Kisah ini mengingatkan kita: berkurban bukan tentang kemampuan semata, melainkan kemauan. Banyak dari kita mampu membeli sapi sendiri, tapi menunda karena urusan lain. Sementara Hani, dengan segala keterbatasannya, justru mendahulukan kurban di usia belia.

Apa yang bagi orang dewasa dianggap remeh, menjadi makna besar bagi anak ini. Ia tak pernah mengeluh meski uang celengannya habis. Ia malah senang dan berharap bisa mengulangi lagi tahun depan. Ketulusan seperti ini, sungguh layak dicontoh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun