Matematika dan Mimpi Aini: Pelajaran dari Sebuah Tekad
"Orang-orang yang berani menempuh jalan berbeda sering kali harus berjalan sendirian pada awalnya." --- Andrea Hirata
Oleh Karnita
Masih dalam Nuansa Hardiknas: Saatnya Merenung Lewat Fiksi
Hari Pendidikan Nasional selalu menjadi momen refleksi kolektif tentang arah dan wajah pendidikan kita. Seremonial, lomba-lomba, hingga orasi motivasional kerap mewarnai tanggal 2 Mei. Namun, di balik gemerlap perayaan, seharusnya ada ruang hening yang menyentuh sisi batin: adakah pendidikan kita telah menyentuh hati, menggerakkan semangat, dan menyalakan cahaya perubahan?
Masih dalam semangat Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), mari kita menyelami kisah inspiratif dari novel Guru Aini karya Andrea Hirata. Diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2020. Novel ini bukan hanya fiksi tentang guru dan murid, melainkan narasi penting tentang integritas, ketekunan, dan pendidikan sebagai jalan pengabdian. Andrea Hirata, yang kita kenal lewat Laskar Pelangi, kembali menghadirkan sosok guru luar biasa dalam lanskap pendidikan yang getir namun penuh harapan.
Andrea memang memiliki reputasi kuat dalam menghidupkan tokoh-tokoh pendidikan dari pinggiran. Dalam Guru Aini, ia kembali menempatkan guru sebagai pahlawan sejati---bukan karena pujian, tapi karena keberanian memilih jalan sunyi demi masa depan anak-anak bangsa. Dan lebih dari itu, ia menampilkan bagaimana kegigihan dan kasih sayang seorang guru bisa mengubah arah hidup seorang anak didik.
Sinopsis: Jalan Panjang Desi Istiqomah dan Aini
Desi Istiqomah telah jatuh cinta pada matematika sejak kelas tiga SD, berkat keteladanan gurunya, Bu Marlis. Ia adalah pribadi eksentrik namun genius, teguh dalam pendirian meskipun ditentang orang tuanya yang menginginkan ia menjadi dokter atau ekonom. Desi bersikeras mengambil D3 Pendidikan Matematika agar bisa menjadi guru dan mengabdi ke pelosok Sumatera demi memberantas kebodohan dalam bidang yang dianggap momok oleh banyak siswa: matematika.
Setelah lulus sebagai mahasiswa terbaik, Desi memilih jalur yang tak biasa: mengikuti undian penempatan kerja agar lebih adil. Ia bahkan menukar pos penempatannya dengan temannya demi mengajar di tempat paling terpencil bernama Tanjong Hampar. Meski berat hati, orang tuanya akhirnya melepas Desi yang kemudian menempuh perjalanan penuh perjuangan hingga tiba di Kampung Ketumbi.