Saat ini saya sedang membaca buku Aleph karya Paulo Coelho. Mengunyahnya saya awet-awet, tidak langsung saya habiskan. Saya nikmati tiap suapan lembar halaman sedikit-sedikit karena seperti makanan rasa lezat sebuah makanan hanya terasa saat di lidah karena kalau sudah sampai tenggorokan selezat apapun rasanya akan berlalu dan sama saja.
Saat membaca saya seringkali seperti melakukan perjalanan, kemanapun dan sajauh buku bisa membawa saya tanpa harus melangkahkan kaki. Buku bisa menjadi kendaraan yang dapat ditunggangi ke tempat yang menjadi perjalanan juga persinggahan.
Books are the plane, and the train, and the road. They are destination, and the journey. They are home. (Anna Quindlen)
Selain membaca buku Paulo Coelho saya juga follow Instagramnya. Foto yang disajikan banyak berisi kegiatan yang dilakukan juga tidak ketinggalan foto alam, kota, tempat yang sengaja diabadikan saat kegiatan yang sering dilakukannya yaitu daily walk.
Saya amati kebiasaan Paulo Coelho yang senang berpetualang sedari muda sampai sekarang melakukan daily walk banyak dituangkan dibanyak buku yang ditulisnya termasuk di buku Aleph yang sedang saya baca. Pelajaran dan kearifan yang ditemui sepanjang perjalanan Paulo Coelho memenuhi goresan karyanya.
Saya lalu berpikir dan mengaitkan dengan proses kepenulisan. Bahwa tidak hanya membaca -- membaca yang ada bentuk fisik (buku, majalah, dsb) maupun bentuk digital -- ternyata menulispun seperti sebuah perjalanan. Mengantarkan dari satu persinggahan ke persinggahan yang lain, dari satu tempat ke tempat lain, dari satu tingkatan ke tingkatan lain.
Saat ini persinggahan saya masih dalam posisi keberanian dan tekad dalam menulis. Kata keberanian dan tekad ini saya dapatkan juga dari buku Alephnya Paulo Coelho.
"Keberanian dapat menarik rasa takut dan kekaguman berlebihan.
Tekad menuntut kesabaran dan komitmen." (Aleph, Paulo Coelho)
Masih banyak yang harus saya asah dalam kegiatan menulis setidaknya keberanian dan tekad.
Tingkat keberanian saya seringkali laksana berada di dasar sumur yang dalam. Kebanyakan keberanian saya terpendam karena rasa takut yang dipicu dari seringnya membuat artikel buruk yang juga berarti artikel yang gagal.
Tidak berbeda dengan keberanian, tekad pun menjadi tempat yang agak lama saya singgahi. Kesabaran dan komitmen yang menjadi pembangun tekad adalah kelemahan yang harus ditata dengan baik.