Mohon tunggu...
Karinaya Azzahra
Karinaya Azzahra Mohon Tunggu... Penulis - creator

ini adalah akun karinaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

BERSUARA DI KALA PANDEMI : TANTANGAN METODE PENYAMPAIAN ASPIRASI DI MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU

23 Desember 2020   23:02 Diperbarui: 24 Desember 2020   05:25 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pendemi COVID-19 yang melanda dunia memaksa masyarakat untuk memulai kebiasaan baru dalam berkehidupan.  Penerapan kebiasaan baru ini pun menjadi tantangan bagi masyarakat dunia untuk mulai membiasakan diri dalam berbagai aspek kehidupan melalui Protokol Kesehatan (PROKES) sebagai upaya pencegahan penyebaran pendemi. Pembiasaan ini dapat terlihat seperti dalam upaya belajar mengajar kita yang dialihkan dari tatap muka menjadi luring sebagai pelaksanaan kebiasaan baru berbasis PROKES. Dalam aspek demokrasi hal ini memberikan warna baru bagaimana masyarakat menyampaikan suara serta masukannya terhadap kebijakan pemerintah. Mahasiswa sebagai garda terdepan penyampai suara rakyat pun juga semakin sulit menyampaikan pendapatnya secara langsung kepada pemerintah akibat pembatasan sosial atau social distancing berbasis PROKES. 

Mau tidak mau mahasiswa ditantang untuk mengubah cara penyampaian pendapat mereka yang sesuai dengan PROKES dan juga memiliki daya gentar untuk menggerakan pemerintah. Lalu muncul gagasan untuk menyampaikan pendapat secara daring melalui media sosial dengan menggunakan berbagai konten bersifat satire ataupun kritik yang ditujukan kepada pemerintah sebagai respon atas kebijakan yang ada. Namun, menjadi sebuah tanda tanya besar apakah metode ini mampu menjadi solusi efektif yang menjawab kebutuhan rakyat untuk menyampaikan pendapat kepada para pemangku kebijakan. Akibatnya timbul pro-kontra yang seakan bernada antara mendahulukan suara aspirasi rakyat atau memilih aspek kesehatan. Hal ini kembali memunculkan pertanyaan baru apakah masyarakat harus mempertahankan gaya lama berdemonstrasi secara langsung tanpa menghiraukan PROKES, atau mengadaptasi kebiasaan baru untuk menyampaikan pendapat secara daring.

 Dalam keadaan normal metode demonstrasi menjadi tombak terdepan dalam menyampaikan pendapat oleh mahasiswa secara langsung kepada pemerintah. Kelebihannya pendapat yang disampaikan dapat langsung menjangkau para pemangku kebijakan di depan publik, sehingga akan menarik atensi pemerintah untuk meladeni pemberi suara dengan catatan apabila pemerintah tidak menutup diri terhadap aksi tersebut. Akan tetapi dengan ancaman pendemi yang ada ditengah masyarakat, metode ini dinilai memiliki resiko dalam menyebarkan virus secara masif. 

Menurut website Covid.go.id penyebaran virus COVID-19 dapat terjadi apabila individu tidak menjaga jarak dengan individu yang menjadi carrier virus ini. Dan seperti yang kita ketahui bahwasanya dalam aksi demonstrasi antar individu sangat sulit untuk menjaga jarak dalam kerumunan massa. Menurut New York City Department of Health and Mental Hygiene (NYC Healthy) ada beberapa cara untuk mengurangi penyebaran virus pada saat demonstrasi seperti penggunaan face shield dan sarung tangan disertai menjaga jarak semampunya sejauh 1.8 meter ( https://tirto.id/f5Et : 6 Oktober 2020) . 

Metode daring menawarkan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat dengan mudah melalui media yang bisa berupa tulisan, gambar, ataupun video yang berisi konten pengkritikan terhadap kebijakan pemerintah maupun masukan yang membangun. Selain itu metode penyampaian lewat internet ini menjanjikan keamanan individu daripada penyebaran virus karena tidak adanya interaksi langsung antar individu. Dalam hal mendasar seperti keterjangkauan informasi, penyampaian pendapat melalui sosial media memberikan peluang penyebaran informasi yang lebih luas dibandingkan dengan demonstrasi secara luring. Hal ini memberikan harapan bahwa informasi kritik atau masukan tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat berbagai kalangan maupun pejabat negara sehingga menarik perhatian pemerintah untuk menanggapi konten tersebut. Dalam penuturan halaman website cyberthreat.id populasi penduduk Indonesia yang menggunakan sosial media secara aktif adalah 160 juta jiwa yang di dominasi oleh masyarakat angkatan kerja/ usia produktif. Tentunya dengan jumlah pengguna sosial media yang besar mahasiswa dapat menyebarkan informasi dengan cepat dan menyeluruh. Akan tetapi timbul pertanyaan bagaimana cara agar kontennya disukai dan menjadi trend di masyarakat. Hal ini diperberat dengan mind set orang Indonesia yang masih belum siap menerima informasi yang memiliki sifat analisis.  Menurut Aliyah (2014:70) dalam penelitian dari ASEAN Libraries (Anna Yulia, 2005) masyarakat sedang berkembang masih kental dengan budaya mengobrol dibandingkan dengan budaya membaca (chatting society). sehingga kemampuan menelaah masyarakat masih minim untuk hal yang bersifat membaca dan menganalisa. Akibatnya pengaruh penyampaian informasi menjadi terbatas kecuali menggunakan media - media yang disukai oleh masyarakat kita.

 Jika dibandingkan dengan metode daring tentunya metode demonstrasi luring  memiliki keunggulannya tersendiri, seperti memiliki aksi konkret yang dapat dijadikan bahan pertimbangan pemangku kebijakan serta terbebas dari pengalihan isu oleh buzzer atau trend yang muncul sangat cepat di dunia maya. Namun hal ini dapat menanggalkan aspek keselamatan karena tidak adanya jaminan bahwa mahasiswa peserta aksi terbebas dari ancaman infeksi COVID-19. Tentunya hal ini memerlukan kesadaran mahasiswa peserta aksi untuk peka dan pro-aktif dalam menjalankan PROKES di saat berlangsungnya demonstrasi. Belum lagi output dari demo juga bergantung seberapa pedulinya pemerintah dalam menanggapi isu yang dilontarkan oleh para mahasiswa aksi. Adapun upaya - upaya yang bisa dilakukan untuk menjalankan demo yang minim penyebaran virus COVID-19 seperti ; berdemo dengan menaati PROKES, memastikan jarak fisik antar individu, memastikan para peserta demo merupakan orang yang sehat melalui pengecekan suhu tubuh, ataupun mengirimkan perwakilan untuk bertemu dengan wakil rakyat untuk audiensi pembahasan aspirasi rakyat melalui mahasiswa.

 Kedua metode memiliki keunggulan dan kelebihannya masing - masing dalam penyampaian informasi dan aspirasi masyarakat kepada pemerintah. Dengan keadaan masyarakat kita yang minim kemampuan literasinya membuat demonstrasi luring menjadi lebih relevan dan punya peluang untuk didengar pemerintah dengan baik. Walaupun pada satu sisi kita mengorbankan aspek kesehatan, namun upaya pencegahan penyebaran dapat dilakukan dengan mengajak para peserta untuk sadar dalam pelaksanaanya. Kemungkinan lain yang dapat digunakan dan efektif adalah kombinasi antara kedua metode tersebut dengan berdemo luring juga berkampanye secara daring di sosial media sehingga memiliki daya gentar yang kuat untuk membuka mata dan hati pemeritah di tengah pendemi COVID-19 ini karena memadukan kelebihan masing - masing sebagai kekuatan aspirasi masyarakat kita melalui mahasiswa. Referensi dan 

Daftar Pustaka : https://tirto.id/bagaimana-cegah-covid-19-saat-ikut-demo-di-masa-pandemi-corona-f5Et diakses pada 18 Desember 2020 Nafisah, Aliyatin (2014). Arti Penting Perpustakaan Bagi Minat Baca Masyarakat. Jurnal Perpustakaan Libaria STAIN Kudus. Volume 2 nomor 2, hal 70. https://core.ac.uk/download/pdf/297848345.pdf

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun