Mohon tunggu...
Karina Faridza azzahra
Karina Faridza azzahra Mohon Tunggu... Psikolog - mahasiswa

hobi berenang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dinamika Kepribadian Orang Childfree Ditinjau Dari Sudut Pandang Psikologi

24 Mei 2024   06:34 Diperbarui: 24 Mei 2024   06:37 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Fenomena childfree telah menarik perhatian di berbagai kalangan masyarakat, tak
terkecuali selebritas tanah air. Dalam unggahan Instagram Gita Savitri, yang merupakan seorang
selebgram mengaku bahwa ia childfree. Dirinya berkomentar jika tidak mempunyai anak
membuatnya terlihat awet muda. Hal ini karena ia bisa tidur 8 jam sehari, tidak stres karena
anak, dan memiliki uang untuk perawatan wajah. Apa yang dilontarkan Gita Savitri tersebut
menuai pro-kontra dari masyarakat.
Istilah childfree merupakan suatu pandangan dimana seseorang maupun pasangan
memilih/menginginkan untuk tidak memiliki seorang anak (Blackstone & Stewart, 2012). Ada
banyak sekali yang menjadikan alasan faktor yang menjadikan seseorang tersebut memilih
childfree di dalam kehidupannya seperti dalam permasalahan kekhawatiran dalam perkembangan
sang anak, masalah pribadi, ketidaksiapan mental bahkan trauma masa kecil, anggapan bahwa
anak adalah beban, masalah ekonomi bahkan permasalahan yang terjadi dengan lingkungan
(Siswanto & Nurhasanah, 2022). Salah satu tujuan berkeluarga adalah memiliki keturunan atau
anak. Keputusan pasangan suami istri untuk tidak memiliki keturunan dengan berbagai macam
alasan merupakan sebuah makna childfree itu sendiri.
Dalam sudut pandang psikologi, fenomena childfree dapat dihubungkan dengan tahap
perkembangan psikososial yang dikemukakan Erikson. Erikson menyebut tahap ketujuhnya
sebagai “Generatif versus Stagnasi”. Pada tahap ini kepribadian seseorang “generativitas”
mengacu pada membuat kontribusi pada diri dan memberikan makna di dunia serta menciptakan
dan mencapai hal-hal yang membuat dunia tampak lebih baik. Hal ini sering kali terjadi dalam
bentuk melahirkan dan membesarkan anak, tetapi hal ini juga terjadi tercermin dalam kegiatan
lain seperti pengabdian masyarakat. Di sisi lain, seseorang yang childfree berada di kondisi
“stagnasi”, yaitu kegagalan menemukan cara untuk berkontribusi dalam masyarakat.
Kondisi “stagnasi” yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari tahap perkembangan
sebelumnya. “Trust versus Mistrust” turut ikut andil dalam menentukan bagaimana kepribadian
seseorang di tahapan-tahapan kehidupan selanjutnya. “Trust” mengacu pada rasa aman dan
kepercayaan yang berhasil terbangun pada masa kecil. Keluarga dengan pola asuh yang baik
akan menyebabkan seseorang pada kondisi ini.
Sebaliknya “mistrust”, terjadi karena adanya rasa trauma, cemas, dan hilangnya rasa
kepercayaan pada masa kecil akibat masalah keluarga yang dialami. Erikson menyatakan, jika
pada tahapan dasarnya seseorang sudah pada tahapan “mistrust”, tahapan selanjutnya secara
otomatis akan mengikuti di sisi yang sama. “Mistrust” masuk ke alam bawah sadar dan
dibawanya sampai tahap umur dimana ia dewasa, yang di mana dihadapkan dengan tugas
perkembangan untuk memiliki keturunan. Dengan demikian, ia tidak memiliki rasa harus
berkontribusi terhadap generasi selanjutnya, atau mungkin bahkan caranya berkontribusi pada
generasi selanjutnya adalah tidak ingin menambah kepadatan populasi di bumi yang diwujudkan melalui tidak memiliki anak.
Blackstone, A., & Stewart, M. D. (2012). Choosing to be childfree: Research on the decision not
to parent. Sociology Compass, 6(9), 718-727.
Siswanto, A. W., & Nurhasanah, N. (2022, August). Analisis fenomena childfree di Indonesia. In
Bandung Conference Series: Islamic Family Law (Vol. 2, No. 2, pp. 64-70).
Friedman, H. S, & Schustack, M. W. (2014). Personality: Classic Theory and Modern (5th ed.).
Pearson.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun