Kapilerindonesia.com - Berawal dari keprihatinan terhadap anak-anak yang putus sekolah, Pendiri Panti Asuhan Pazki, Ustadz Zainal tergerak hatinya untuk peduli pada masa depan anak-anak di sekitarnya yang kurang mampu. Ia ingin memberi wadah untuk anak-anak yang putus sekolah baik itu yatim, piatu, atau anak jalanan.
"Anak-anak itu kami ajak ke panti untuk diberdayakan potensi dan bakat mereka, dan kita kembangkan lebih lanjut. Contohnya mereka yang memang punya bakat membaca Alquran, kita berikan wadah seperti rumah tahfizh ini dan untuk anak-anak yang memliki bakat lain seperti musik atau yang lainnya akan kita salurkan sesuai dengan bakatnya masing-masing," ujar Ustadz Zaenal saat ditemui tim Kapiler Indonesia di panti asuhan.
Meski dengan kondisi yang bisa dibilang kurang maksimal dari berbagai aspek, dengan bermodalkan waktu luang dan menyisihkan sedikit rezeki dari uang pensiunnya, tidak mengendurkan niat Ustadz Zaenal untuk tetap melanjutkan rencananya mendirikan panti asuhan bagi anak yatim piatu dan anak jalanan.
"Kita juga memikirkan bagaimana bisa berbagi, kebetulan saya sudah resign dari sebuah perusahaan. Jadi waktu kosong ini saya gunakan untuk kegiatan sosial pemberdayaan, untuk anak-anak marginal khususnya," jelas dia.
Pada awal berdirinya panti, rata-rata anak-anak itu belum siap untuk tinggal dan hidup di panti. Karena mayoritas dari anak-anak itu terbiasa hidup di jalan yang bebas tanpa pengawasan. Sempat terlontar respon yang didapatkan dari anak asuhnya, bahwa kehidupan panti bagaikan di penjara, tidak bebas.
Namun para pengurus panti mempunyai cara dan trik sendiri untuk mengatasinya. Contoh mudahnya untuk anak asuh yang tadinya anak jalanan atau punk, dengan memiliki model atau gaya rambut yang unik dan berwarna-warni, dan memang terbilang sulit untuk di nasehati, pihak panti mencoba untuk memperingatkan agar dicukur atau dirapihkan gaya rambutnya.
"Anak jalanan yang rambut punk warna-warni itu dicukur tidak mau, dan lebih memilih senang di jalan. Akhirnya kita buat trik dengan diadakannya kegiatan leadership atau LDK, dimana kita bekerja sama dengan Rindam Kostrad. Jadi merekalah yang mencukur rambut anak-anak dan alhamdulillah sekarang sudah rapih," tambah Ustadz Zaenal.
Dari sekian banyaknya anak asuh di Panti Asuhan Pazki, tentu ada sebagian yang memiliki bakat yang menonjol dan memang antusias untuk mengejar cita-citanya itu. "Ada anak asuh kita yang punya bakat musik. Setelah kita bantu bimbing dan arahkan dengan pelatihan yang sesuai bakat, alhamdulillah ada rekan yang melihat potensi tersebut hingga akhirnya direkrut dan dikontrak. Sekarang ada di Malaysia untuk mengisi acara seperti di cafe-cafe. Kalau yang bakat dan minatnya di bidang agama saat ini sudah lulus dan bekerja di Lipia juga," papar Ustadz Zaenal.
Seiring berjalannya waktu, tentu kebutuhan untuk panti tidak bisa hanya bermodalkan dari uang pensiun dari Ustadz Zaenal, karena anak asuh sudah pasti terus bertambah begitu pula biaya untuk kehidupan dan biaya sekolah anak-anak panti yang juga bertambah.
Secara finansial, panti asuhan masih sangat membutuhkan bantuan dan donasi dari seluruh masyarakat agar pembinaan tetap berjalan dengan sebagaimana mestinya. Ustadz Zaenal menambahkan bahwa sarana yang sangat dibutuhkan saat ini adalah tempat tidur, lemari, rekar dan alat belajar lainnya.
"Sarana untuk kegiatan belajar mengajar, seperti yang saya sebutkan tadi, kekurangan rekar, alat peraga, fasilitas komputer, jadi kita kesulitan untuk kebutuhan administrasi anak-anak di panti. Bahkan di tempat panti asuhan berada kini, belum berstatus dihibahkan atau wakaf hanya diberi hak pakai saja untuk kegiatan tahfizh dan kegiatan pemberdayaan lainnya," beber dia.