Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pembangunan Aset Olahraga: Pemboncosan Uang Publik?

2 Juli 2021   19:39 Diperbarui: 2 Juli 2021   20:19 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barcelona contohnya, mereka membangun venue di tempat yang dulunya merupakan zona industri di kawasan pelabuhan. Dalam rangka Olimpiade, mereka mengubahnya menjadi venue cabang lomba sailing dan menata kawasan tersebut menjadi marina yang memiliki estetika  tinggi. Hingga kini, dia menjadi tempat pariwisata dan kawasan publik bagi komunitas lokal Barcelona. Contoh lainnya adalah Kompleks Olahraga Jakabaring yang dibangun di wilayah rawa tak terbangun di tenggara kota Palembang.

Megaproyek ini ternyata menjadi ajang lomba negara-negara tuan rumah untuk menunjukkan kehebatannya kepada dunia. Mereka berlomba-lomba untuk membangun venue dengan kapasitas besar, berteknologi tinggi, dan keindahan arsitektur untuk memberikan pesan politik bahwa negaranya maju dan bersaing di kancah internasional. Tiongkok pada Olimpiade 2008 membangun stadion yang memiliki arsitektur menyerupai sarang burung yang dikenal sebagai Bird's Nest Stadium atau Aquatic Center karya arsitektur Zaha Hadid pada Olimpiade 2012 di London.

Multiplier Effect: Setimpalkah?

Seperti yang tadi sempat disinggung di atas, negara tuan rumah tergiur akan multiplier effect bagi perekonomian mereka. Dengan efek itu, maka uang publik atau pembelanjaan pemerintah yang dikeluarkan akan setimpal karena nilai ekonomi yang berlipat. Harapan ini tentu harus didukung oleh bukti-bukti empiris. Apakah benar uang publik yang mereka gunakan akan memberikan efek positif secara nyata atau hanya angan-angan belaka?

Overmyer (2017: 38-42) menganalisis Multiplier Effect dari beberapa penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas mulai dari tahun 1996 di Atlanta, AS hingga tahun 2012 di London, Inggris, yang bisa kita lihat pada tabel di bawah ini:

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Tabel di atas menunjukan adanya variasi dari multiplier effect yang dihasilkan. Akan tetapi, terdapat pula beberapa catatan tentang batasan penelitian ini, yaitu adanya keraguan dalam data yang diambil karena kurangnya data dari pihak resmi atau pihak ketiga. Selain itu, multiplier effect yang dihasilkan oleh pengeluaran official committee tidak dapat diaplikasikan kepada input-output model dalam menentukan kesuksesan peningkatan ekonomi tuan rumah. Secara umum, data di atas menunjukan adanya efek multiplier positif bagi perekonomian dari penggunaan uang publik saat menjadi tuan rumah olimpiade, meski ada indikasi penurunan dan pertanyaan besar dalam perhitungannya.

Beban dan Problematika Menjadi Tuan Rumah

Menjadi tuan rumah bagi Andrew Zimbalist, seorang ekonom yang dikenal dari bukunya Circus Maximus: The Economic Gamble Behind Hosting the Olympics and the World Cup, janji-janji Olimpiade memberikan manfaat bagi kota bersifat hiperbola. Kenyataannya, banyak problematika yang muncul, mulai dari proses bidding yang memakan biaya tinggi, hingga budgetary overrun. Bagi Zimbalist, menjadi tuan rumah bukanlah pilihan yang tepat.

Dalam penelitian Okada dan Geyser, ditemukan fakta bahwa aset-aset olahraga yang dibangun untuk olimpiade mengalami underutilization. Hanya tiga dari 10 tuan rumah yang berhasil memanfaatkan aset tersebut dengan efektif. Atlanta dan London adalah contoh yang baik, dimana mereka masih bisa mengoperasikan venue tersebut dengan hari operasional lebih dari  41 hari dalam setahun dan jumlah kedatangan penonton lebih dari 24 kali kapasitas venue. 

Sisanya, ironis. Ada yang dibiarkan terbengkalai, ada juga yang masih beroperasi walaupun tidak efektif seperti Beijing dan Athena, sehingga biaya operasional memakai uang publik lagi. Karena biaya perawatan tinggi, Athena akhirnya memutuskan untuk membiarkan terbengkalai karena tidak mampu membayar.

Melakukan pembangunan berbiaya besar tanpa perencanaan adalah perpaduan sempurna untuk pemborosan. Dampaknya, masyarakat menjadi apatis terhadap olimpiade, karena mereka yang membayar pajak menolak untuk uangnya dipakai untuk "proyek mercusuar". Biaya peluang yang ada seperti belanja pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat rasanya tidak bisa ditolerir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun