Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Melepas Belenggu Pemotret Realita: Perlukah?

14 Desember 2020   20:21 Diperbarui: 14 Desember 2020   20:25 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis menggunakan statistik yang sama menunjukkan bahwa setiap negara yang berada di peringkat sepuluh besar dalam indeks kebebasan pers juga sebagian besar (7/10) berada di peringkat sepuluh teratas dalam Corruption Perception Index.  Keselarasan pada kedua indeks tersebut menunjukkan adanya korelasi negatif antara kebebasan pers dan tindak korupsi.

Sebagai lembaga investigatif, pers memiliki obligasi untuk meminta justifikasi atas kebenaran dari segala praktik pengambilan keputusan yang dilakukan oleh institusi politik (Newton et al., 2004). 

Leluasanya ruang yang dimiliki pers untuk melakukan investigasi dan menyediakan informasi mempersempit kesempatan oknum politik untuk menyalahgunakan wewenangnya untuk memutuskan keputusan yang tidak sesuai dengan kepentingan publik. Informasi dapat menggiring opini rakyat terhadap kompetensi dari konstituen (Stiglitz, 2001).

Contoh empiris dari fenomena ini terjadi pada November silam di Kabupaten Banten di mana angka pengangguran yang diberitakan menjulang tinggi. Para mahasiswa setempat pun meluapkan akumulasi kekecewaan mereka kepada Bapak Wahidin Halim selaku Gubernur Banten. 

Kemampuan pers untuk menguak semua fakta dan memaparkannya kepada publik membuat para pembuat keputusan berpikir dua kali sebelum mengeksekusi hasil putusan yang menyangkut kepentingan publik.

Manifestasi dari kerugian yang direguk akibat kegagalan dalam mengimplementasikan kebebasan pers terlihat pada China yang dilanda oleh kelaparan masif dari tahun 1958 hingga 1962. 

Amartya Sen (1984) menyatakan bahwa salah satu katalis terjadinya bencana tersebut adalah terbatasnya arus informasi akibat pers yang sangat dikekang. Mao Yushi, salah satu orang yang selamat dari petaka tersebut, menyatakan bahwa pemerintah membatasi informasi yang diterima oleh rakyat. 

"Semua orang bisa mendapatkan makanan. Tidak ada kekurangan" merupakan contoh dari manipulasi fakta serta upaya menyembunyikan realita yang dilakukan oleh pemerintah. Arus informasi yang dibatasi membuat rakyat tidak menyadari akan realita yang sebenarnya. 

Rakyat tidak menyadari bahwa pada tahun 1960 terdapat 25.4 kematian per 1000 orang dan bahkan 10% dari seluruh masyarakat desa Shandong telah tiada. Ketidaktahuan rakyat berujung kepada tidak adanya pengawasan pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah sebelum terlambat. 

Telah dipaparkan bahwa pemberian ruang gerak kepada institusi investigatif memiliki keuntungan tersendiri. Namun, terdapat beberapa aspek yang perlu dicermati dengan seksama dalam pelaksanaan jurnalistik secara bebas.

Titik Evaluasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun