Mohon tunggu...
M FurkaniA
M FurkaniA Mohon Tunggu... UMB

Nim 43224110068 Prodi Akuntansi Etik UMB dan anti korupsi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Eudaimonia Aristotle Transfigurasi Diri Menjadi Sarjana Yang Berbahagia

26 September 2025   08:00 Diperbarui: 25 September 2025   16:57 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar kontemplatif yang menggambarkan pentingnya refleksi diri dalam hidup yang bermakna.Sumber: Substack -- Jared Henderson 

Tujuan hidup yang melampaui diri sendiri
Sarjana yang eudaimonik hidup bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk memberikan makna dan manfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Tantangan dalam Mencapai Eudaimonia di Era Modern

Dalam era modern yang serba cepat dan kompetitif, mengejar eudaimonia bukanlah perkara mudah. Banyak mahasiswa atau sarjana terjebak dalam tekanan akademik, tuntutan karier, serta ekspektasi sosial yang tinggi. Mereka mengejar gelar, nilai, atau prestasi, tetapi melupakan pengembangan diri yang bersifat esensial.

Selain itu, budaya instan dan pragmatisme sering kali mendorong individu untuk mencari kesuksesan jangka pendek, bukan kebahagiaan jangka panjang. Dalam konteks ini, pandangan Aristoteles menjadi relevan kembali: bahwa kehidupan yang baik tidak dibentuk dalam semalam, melainkan melalui proses panjang, reflektif, dan penuh kesadaran diri.

Untuk itu, institusi pendidikan harus turut berperan dalam membentuk sarjana yang beretika. Pendidikan moral dan filsafat seharusnya tidak dipisahkan dari pendidikan keilmuan. Dosen, sebagai pendidik, tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga panutan kebajikan. Lingkungan kampus harus menjadi ruang yang mendukung pertumbuhan intelektual sekaligus moral.

Relevansi Etika Aristoteles dalam Kehidupan Akademik Kontemporer

Etika Aristoteles memberikan kerangka berpikir yang sangat relevan dalam membangun paradigma pendidikan dan kehidupan akademik yang lebih holistik. Ia menolak dikotomi antara ilmu dan moral. Bagi Aristoteles, keduanya harus berjalan bersama untuk mencapai kehidupan yang utuh.

Seorang sarjana yang menghayati eudaimonia tidak akan puas hanya dengan menjadi ahli dalam bidangnya, tetapi akan terus bertanya: "Apakah pengetahuan ini membawa saya dan orang lain kepada kehidupan yang lebih baik?" Ia akan menghidupi nilai-nilai kebijaksanaan, tanggung jawab, dan kebaikan sebagai bagian dari perjalanan akademiknya.

Dengan demikian, pendidikan tinggi bukan hanya menjadi alat untuk mobilitas sosial atau karier profesional, tetapi menjadi ruang pembentukan karakter dan makna hidup. Etika Aristoteles mendorong kita untuk melihat pendidikan sebagai jalan menuju aktualisasi diri yang utuh dan membahagiakan.

Penutup

Etika eudaimonia Aristoteles menawarkan suatu pemahaman yang mendalam tentang kebahagiaan sebagai hasil dari hidup yang dijalani secara berkebajikan dan rasional. Dalam konteks dunia pendidikan dan kehidupan akademik, konsep ini sangat relevan untuk membentuk pribadi sarjana yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga utuh secara moral dan spiritual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun