Dengan demikian, menjadi sarjana yang berbahagia dalam kerangka eudaimonia berarti menjalani kehidupan akademik dengan mengintegrasikan tiga hal utama:
Pengetahuan (episteme)
Kebajikan moral (ethike arete)
-
Tujuan hidup yang bermakna (telos)
Menjadi Sarjana yang Berbahagia: Integrasi Ilmu dan Etika
Dalam dunia akademik masa kini, keberhasilan sering diukur melalui indikator-indikator kuantitatif seperti Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), jumlah publikasi, atau pencapaian gelar akademik. Namun, ukuran-ukuran ini sering kali mengabaikan aspek kualitatif dari pribadi seorang sarjana --- yakni karakter, integritas, dan tujuan hidup.
Bagi Aristoteles, pengetahuan tanpa kebajikan tidak akan mengantar manusia pada kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, sarjana yang sejati adalah mereka yang menggunakan pengetahuannya bukan untuk kepentingan pribadi atau kekuasaan, tetapi untuk kebaikan bersama (common good). Ia tidak hanya menjadi "pintar", tetapi juga "bijaksana".
Transfigurasi diri menjadi sarjana yang berbahagia berarti menghidupi nilai-nilai berikut:
Keseimbangan antara teori dan praktik
Ilmu yang dipelajari bukan hanya dikuasai secara teoritis, tetapi diterapkan secara nyata dalam kehidupan. Misalnya, seorang mahasiswa hukum tidak hanya memahami undang-undang, tetapi juga menjunjung tinggi keadilan dalam kehidupan sehari-hari.Konsistensi dalam berbuat kebajikan
Kebajikan bukanlah sesuatu yang dilakukan sekali dua kali, tetapi harus menjadi kebiasaan dan bagian dari karakter.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!