Mohon tunggu...
Uwes Fatoni
Uwes Fatoni Mohon Tunggu... Relawan - Peneliti kajian komunikasi, media, jurnalistik dan Islam Indonesia

Peneliti kajian komunikasi, media, jurnalistik dan Islam Indonesia. Pernah mengunjungi Amerika Serikat sebagai visiting Researcher di (UCSB (University of California at Santa Barbara) Amerika Serikat. Pengalaman menunaikan ibadah Haji Tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Gerakan Boikot Produk Israel

25 Maret 2014   11:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13956961461428493385

[caption id="attachment_328289" align="aligncenter" width="622" caption="Gelombang Boikot Israel di Palestina dan seluruh Dunia (Sumber gambar en.wikipedia.org)"][/caption]

Tahun 2014 genap menjadi tahun kesepuluh gerakan Boycotts, Divestment and Sanction (BDS). Gerakan yang mulai dilancarkan tahun 2005 ini adalah kampanye tanpa kekerasan memboikot Israel yang melakukan penindasan kepada bangsa Palestina.  Gerakan ini sukses meraih dukungan luas di seluruh dunia dengan memanfaatkan jaringan internet dan media sosial. Alamat websitenya bisa ditemukan di bdsmovement.net, apartheidweek.org, @apartheidweek, #apartheidweek.

Pada bulan Februari sampai Maret tahun ini akan diselenggarakan Israeli Apartheid Week, pekan kegiatan internasional yang berupaya meningkatkan kepedulian tentang sistem politik Apartheid Israel. Negara Yahudi ini dikampanyekan sebagai negara yang melakukan sistem politik apartheid seperti yang pernah diterapkan di Afrika Selatan. Menurut Naomi Klein, penulis buku “The Shock Doctrine” yang turut mendukung gerakan BDS ini, strategi terbaik mengakhiri penjajahan Israel yaitu dengan menjadikannya sebagai target perlawanan global seperti yang telah sukses dilakukan kepada apartheid Afrika Selatan.

Kegiatan boikot ini secara rutin dilakukan setiap tahun di banyak negara di empat benua. Beberapa negara yang pada bulan ini menyelenggarakan Israeli Apartheid Week seperti Inggris dan Amerika tanggal 24 Febuari – 2 Maret, Eropa tanggal 1-8 Maret, Palestina tanggal 8-15 Maret, Afrika Selatan tanggal 10-16 Maret, Brazil tanggal 24-28 Maret dan juga di beberapa negara Arab dan negara-negara Asia lainnya.

Kampanye boikot ini turut didukung oleh persatuan mahasiswa Kanada, Kongres Nasional Afrika, bahkan tak kurang Almarhum Nelson Mandela juga turut memberikan sokongan. Mandela menyatakan “PBB telah menyatakan perlawanan terhadap sistem Apartheid. Selama bertahun-tahun sikap ini telah diterapkan. Namun kita sangat yakin bahwa kebebasan kita saat ini belum sempurna tanpa kebebasan bangsa Palestina”.

Gerakan Boikot

Beberapa kegiatan yang telah dan sedang dilakukan oleh BDS diantaranya : pertama, boikot akademik dan budaya Israel yang dilakukan dalam bentuk gerakan The Palestinian Campaign for the Academic and Cultural Boycott of Israel (PACBI). Gerakan ini diprakarsai oleh akademisi dan kaum intelektual Palestina. Mereka meminta para akademisi internasional untuk memboikot semua lembaga budaya dan akademik Israel yang mendukung pendudukan Israel di tanah Palestina. Tujuan boikot ini mendesak Israel menghentikan penguasaannya atas tanah Palestina yang telah diduduki sejak 1967 dan mengembalikan hak-hak para pengungsi Palestina.

Gerakan boikot ini juga meminta para seniman, artis dan pembuat film internasional untuk menolak datang dan tampil di Israel. Tokoh-tokoh terkenal yang secara tegas mendukung gerakan ini di antaranya John Berger, Roger Water, Ken Loach, Judith Butler, Naomi Klein, Sarah Schulman, Aharon Sabtai, Iain Banks dan yang lainnya. Sedangkan beberapa tokoh yang secara terbuka menolak tampil di Israel dengan alasan politik seperti Mahmoud Darwish, Augusto Boal, Andre Brink, Vicenso Consolo dan  Nigel Kennedy. Beberapa tokoh budaya ada juga yang awalnya bersedia tampil di Israel lalu mengundurkan diri tanpa alasan seperti Bono, U2, Jean-Luc Godard, Snopp Dogg, dan Vanessa Paradis.

Kedua, boikot produk Israel. BDS menganjurkan konsumen untuk tidak membeli barang dan tidak menggunakan jasa perusahaan internasional yang terlibat dalam pelanggaran HAM kepada bangsa Palestina. Tujuannya tentu saja untuk memberikan tekanan secara ekonomi kepada Israel. Hasilnya lima eksportir Israel dilaporkan menurun pendapatannya. Demikian juga produk Sodastream, Oxfam, Veolia, Pizzarotti dan G4S yang turut mendukung pemerintah Israel harus rela kehilangan penghasilannya di Afrika Selatan dan Eropa.

Ketiga, Divestment atau menarik saham dan dana dari perusahaan yang terlibat  dalam pelanggaran hukum internasional dan HAM oleh Israel. Usaha ini telah berhasil mengguncang perusahaan Veolia and Alstom, Eden Spring, Mekorot dan Arms Trade. Dan terakhir BDS menganjurkan memberikan sanksi (Sanctions) kepada Israel yaitu dengan memutus hubungan militer, hubungan ekonomi dan diplomatik. Sanksi menjadi pukulan terakhir bagi Israel agar memperhatikan tuntutan dunia mengakhiri kebijakan apartheidnya.

Respon Israel

Awalnya Israel menganggap enteng gerakan BDS ini. Negara Yahudi tersebut yakin bahwa gerakan tersebut hanya gerakan lokal dan sesaat. Namun, setelah 10 tahun berjalan, gerakan ini mulai memunculkan kekhawatiran pemerintah Israel. Menteri Kehakiman Israel, Tzipi Livni, misalnya menggambarkan BDS sebagai gerakan yang terus mengalami peningkatan dan mengakibatkan penurunan drastis pendapatan penduduk Israel di lembah Jordan karena ritel di Eropa Barat menolak membeli produk mereka.

Perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga mulai mengungkapkan kegeramannya terhadap gerakan BDS ini. Dalam sebuah pidato di Konferensi AIPAC (The American Israel Public Affairs Committee), sebuah lembaga loby Israel di Amerika Serikat, 4 Maret 2014 lalu, ia memprediksi BDS akan gagal. Menurutnya Israel adalah negara dengan teknologi maju yang diikuti oleh banyak negara di dunia. Bahkan katanya, perusahaan teknologi raksasa seperti Apple, Google, Microsoft, Intel, Facebook dan Yahoo datang ke Israel ingin meraup keuntungan dari kemajuan dan inovasi teknologi Israel. BDS juga dalam pandangan Netanyahu dianggap sebagai lelucon. Baginya gerakan boikot Israel sama dengan  gerakan anti-semit dan fanatik agama. Ia pun menyindir BDS sebagai Bigotry (sikap fanatik), Dishonesty (ketidakjujuran), dan Shame (memalukan).

Sikap Netanyahu tersebut banyak dicela orang. M.J. Roserberg misalnya dalam opininya di Huffingtonpost.com menyebutkan bahwa sekalipun ia tidak setuju dengan gerakan BDS tapi ia menganggap Netanyahu terlalu membesar-besarkan BDS. Bagi blogger ini yang jadi masalah utama Israel bukanlah BDS, tapi upaya pendudukannya di tanah Palestina yang memantik perlawanan bukan saja dari warga Palestina tapi juga dari warga dunia.

Masyarakat Indonesia banyak yang mendukung gerakan damai BDS ini, karena gerakan penentangan terhadap penjajah Israel ini dianggap sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Sayangnya, di tanah air belum terdengar jaringan yang menjadi bagian dari gerakan BDS tersebut, belum juga terdengar penyelenggaraan Israel Aparhteid Week seperti di negara-negara lainnya. Ungkapan boikot produk, budaya dan akademik Israel hanya muncul sesekali dan sesaat ketika terjadi peristiwa kekerasan di Palestina.  Isu Palestina barangkali dianggap terlalu jauh dari perhatian publik tanah air, sehingga kurang begitu terdengar tatkala kampanye Pemilu 2014 kali ini

Wallahu ‘alam.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun