Mohon tunggu...
teteh chatay pasific...
teteh chatay pasific... Mohon Tunggu... Travailler comme secrétaire chez Cathay Pacific.

Troisième au concours de mangeurs de krupuk, titre de "subRegional Star" à Magic Chess Go Go, troisième à la course de 100 mètres de Java Est.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Walkman mama ...yeee .

4 Oktober 2025   10:06 Diperbarui: 4 Oktober 2025   10:06 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Walkman Kesayangan dan Pengenalan Wajah


Jam sudah menunjukkan pukul 03.15 WIB. Udara dini hari yang dingin seharusnya membawa kedamaian, tetapi di rumah kecil itu, pertempuran verbal baru saja dimulai. Sumber masalahnya: sebuah walkman biru tua yang tergeletak di meja ruang tengah.
"Papa, ini walkman Mama mau diapain?" tanya Rina (Mama) dengan suara berbisik-berbisik khawatir, tapi cukup tajam. Ia menemukan suaminya, Budi (Papa), sedang mengotak-atik walkman kesayangannya---peninggalan masa SMA---dengan obeng kecil dan tatapan penuh konsentrasi yang mencurigakan.
Budi menghela napas, gestur klasik orang tertangkap basah. "Mau dibuat face recognition?" ujarnya, mencoba terdengar visioner.
Rina mengerutkan keningnya. "Lho, kok jadi kayak KTP?"
Budi berbalik, matanya bersinar. "Bukan, Ma. Ini buat security access. Jadi cuma Mama yang bisa dengerin kaset 'Separuh Nafas' Dewa 19 di sini. Atau..." ia menyeringai, "Mama 'kan ada duit? Bisa upgrade ke sistem pembayaran nirsentuh, cashless! Walkman jadi dompet digital!"
Rina melotot. Di kepalanya terbayang Walkman retro-nya yang cantik, kini tertempel sensor kamera dan layar kecil yang merusak estetikanya.
"Papa, itu Walkman kesayangan Mama! Masak mau dimodifikasi... Jelek ah, biarin aja tetap ori ah!!!" protesnya, kini suaranya sudah tidak bisa lagi disebut bisikan.
Budi mencoba merayu, "Ma... ini inovasi. Kita upgrading!"
Rina menggeleng keras, seolah kepalanya adalah bandul jam. Matanya yang mengantuk kini terbuka lebar, siap siaga menjaga peninggalan bersejarahnya. "Kagak boleh!!!! Pokoknya kagak boleh!!!!"
Budi terdiam. Ia menatap Walkman di tangannya, lalu menatap istrinya yang galak dan menggemaskan itu. Ia menyadari satu hal: pertarungan melawan face recognition pemerintah mungkin masih bisa dimenangkan, tapi melawan cinta sejati Rina pada walkman retro adalah kemustahilan.
Ia menghela napas panjang, menutup kotak peralatan, dan meletakkan walkman itu kembali ke tempatnya.
"Iya, iya, tidur yuk, Ma. Kasihan tetangga denger pertengkaran teknologi kita jam segini," bisiknya sambil menggendong Rina menuju kamar.
Rina tersenyum puas di bahu suaminya. Misi penyelamatan walkman berhasil. Malam itu, di tengah heningnya jam 3 pagi, cinta sejati---dan penolakan tegas terhadap modifikasi gadget retro---kembali menang.

2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun