Mohon tunggu...
diajeng_google
diajeng_google Mohon Tunggu... kerja di Chatay Pasific aja...

------

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lampu gantung di atas meja

4 September 2025   18:11 Diperbarui: 4 September 2025   18:11 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pak Kusno, seorang tukang reparasi barang-barang antik, punya satu kebiasaan unik. Setiap kali selesai memperbaiki sesuatu, ia akan meletakkan barang itu di tengah ruangannya, di bawah sebuah lampu gantung tua. Lampu itu berdebu, kawatnya kendur, dan bohlamnya sering berkedip-kedip tak menentu, seolah ia punya cerita sendiri yang tak terucapkan.
Suatu sore, seorang wanita muda bernama Maya datang membawa sebuah kotak kayu berukir. Wajahnya murung. "Ini kotak musik dari nenek saya," katanya, suaranya parau. "Dulu, setiap kali saya sedih, nenek akan memutarnya. Sekarang, melodinya hilang."
Pak Kusno menerima kotak itu dengan hati-hati. Ia melihat ukiran-ukiran naga yang begitu detail, seolah naga itu hidup. Ia membongkar mesin di dalamnya. Ternyata, sebuah roda gigi kecil patah. Roda gigi itu begitu rapuh, butuh kesabaran luar biasa untuk memperbaikinya.
Selama berhari-hari, Pak Kusno tak bisa tidur nyenyak. Ia merasa, bukan hanya roda gigi yang harus diperbaiki, tapi juga melodi yang hilang di hati Maya. Malam-malam ia habiskan di bawah lampu gantung, mengamati roda gigi itu dengan kaca pembesar. Bohlam lampu itu berkedip lebih sering dari biasanya, seolah memberikan isyarat.
"Apa yang kau sembunyikan?" bisik Pak Kusno pada lampu itu.
Suatu malam, ia sadar. Bukan roda gigi baru yang dibutuhkan, melainkan roda gigi yang sama, yang direkatkan kembali dengan hati-hati. Ia mengambil lem khusus, dan dengan napas tertahan, ia merekatkan serpihan roda gigi itu. Tangan tuanya bergetar, tapi ia yakin.
Keesokan harinya, Maya datang. Pak Kusno meletakkan kotak musik di bawah lampu gantung. Perlahan, ia memutar kuncinya. Dan... sebuah melodi yang indah dan sendu mengalun, memenuhi ruangan. Melodi yang sama persis seperti yang diingat Maya.
Maya menutup matanya. Air mata mengalir, tapi kali ini bukan air mata kesedihan. Itu adalah air mata kelegaan. "Terima kasih, Pak Kusno," katanya.
Pak Kusno hanya tersenyum. Ia menatap lampu gantungnya. Bohlam yang tadinya sering berkedip, kini menyala terang, stabil, seolah ia puas dengan pekerjaannya. Pak Kusno tahu, lampu itu bukan hanya penerang, melainkan juga saksi bisu setiap cerita yang diperbaiki, setiap melodi yang ditemukan kembali. Dan di bawah sinarnya, bukan hanya barang yang diperbaiki, tapi juga hati manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun