Mohon tunggu...
MUSHOFA
MUSHOFA Mohon Tunggu... Guru - KHODIM PP. DAARUL ISHLAH AS-SYAFI'IYAH TANAH BUMBU KALSEL

Hobby Baca Buku-Buku Islami Klasik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jubah Kesombongan

7 Desember 2022   20:00 Diperbarui: 7 Desember 2022   20:04 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Begitu anggun dan elok dipandang ketika melihat teman-teman mengenakan pakain jubah putih, wajah bersih, senyumannya manis, baunya wagi yang khas minyak misik atau kasturi, serasa bertemu calon-calon penghuni surga. Tidak sedikit diantara mereka sering menggunakan kosa kata arab dalam berbahasa, seperti ana -- antum -- akhi dan lain sebagainya. Nuansanya arab banget pokoknya. Obrolan yang mengalir juga seputar akhirat. Begitulah sekelumit gambaran sebagian kalangan masyarakat muslim.

Di tempat lain juga ditemui, seorang bapak-bapak yang mengenakan sarung sederhana, baju batik, songkok hitam, maaf baunya rokok, mereka juga ramah, selalu menyapa dengan bahasa khas monggo mas .... Bade tindak pundi (mau kemana mas), mereka bercengkrama dan ngobrol dengan bahasa daerah, obrolan mereka tentang harga sembako dan kesulitan mencari nafkah. Inilah gambaran sisi lain dari umat Islam Indonesia. 

Dari dua ilustrasi nyata di atas menurut saya tidak ada perbedaan, sama-sama umat manusia yang beragama Islam. Islam tidak bisa ditonjolkan dengan asesoris pakaian saja, Islam juga tidak ditonjolkan dengan bahasa, tetapi Islam lebih menekankan pada perilaku atau sikap dan kondisi batin. 

Hal ini pernah disampaikan juga oleh junjungan kita Nabi Agung Muhammad Saw. "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta benda kalian, tetapi Dia hanya memandang kepada amal dan hati kalian." (HR. Muslim). Hadis ini memberikan isyarat kepada kita, bahwa Allah Swt. itu tidak melihat asesoris, melainkan isi dan esensi. Karena tampilan itu bisa dipoles oleh siapapun sesuai selera, dan bisa dihias suka-suka.

Terkadang manusia itu suka menonjolkan bagian lahir, asesoris keagamaan, makeup keimanan, untuk mendapatkan simpatik dari orang lain, tanpa memperhatikan isi. Ia memakai pakain yang lazim di kenakan oleh ulama', tetapi isinya nol alias sama sekali tidak berilmu, bahkan akhlaknya tidak menggambarkan akhlak ulama', jadi kalau dilihat-lihat, pakaiannya lebih baik daripada kelakuannya.

Inilah yang kata Nabi Saw. adalah orang-orang yang sangat dibenci Allah Swt. Nabi Saw. mengatakan: "Hamba yang paling dibenci Allah Swt. adalah orang yang pakaiannya lebih baik daripada amal perbuatannya, ia mengenakan pakaian seperti pakaian para nabi tetapi kelakuannya seperti kelakuan orang-orang jabbarin (orang-orang yang menyombongkan diri)." (HR. Ad-Dailami, dalam Mukhtar al-Ahadis). 

Kalau jubahnya mungkin sama seperti jubahnya nabi, namun kelakuannya jauh dari akhlak nabi. Nabi ramah ia pemarah, nabi senyum ia sinis, nabi tutur bahasanya santun, ia kasar, nabi memuji dan suka memaafkan, ia suka mencaci dan suka mencela. Ia hanya membanggakan penampilan lahir saja.

Inilah fenomena akhir zaman, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Abdullah bin Mas'ud: "Sahabat Nabi Saw. itu pakaiannya kasar (sederhana) tetapi hatinya halus, akan datang suatu masa, sekelompok orang pakaiannya halus tetapi hatinya kasar." Abu Ubaidah juga mengatakan: "Banyak orang yang memutihkan pakaian, tetapi mengotori agamanya." (lihat: Tanbih al-Mughtarin karya Al-Sya'rani). 

Pakaian seharusnya bisa mencerminkan pemakainya. Jangan sampai menggunakan jubah dengan dalih sunnah, namun akhlak dan tingkah lakunya jauh dari sunnah, jubah yang seharusnya bisa menundukkan hati yang keras, justru menjadi simbol kesombongan. 

Bukankah kita diajarkan oleh nabi tentang do'a berpakaian, yang artinya: "Dengan nama-Mu ya Allah aku minta kepada Engkau kebaikan pakaian ini dan kebaikan apa yang ada padanya, dan aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan pakaian ini dan kejahatan yang ada padanya". Setelah berpakaian kemudian nabi juga mengajarkan doa bercermin, yang artinya: "Ya Allah sebagaimana Engkau telah ciptakan aku dengan baik, maka perbaikilah akhlakku." Sungguh luar biasa nabi kita !!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun