Pangandaran, destinasi wisata bahari primadona Jawa Barat, kini memanas bukan hanya karena terik matahari tetapi akibat polemik Keramba Jaring Apung (KJA) yang menuai kontroversi hingga level nasional. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti secara terbuka menolak kehadiran KJA di Pantai Timur Pangandaran, didukung oleh Bupati Citra Pitriyami, mantan Bupati Jeje Wiradinata, serta ratusan pelaku wisata dan nelayan . Namun, yang menghentak adalah pernyataan Susi yang menyebut Universitas Padjadjaran (Unpad) "bodoh" -- sebuah kata yang memicu badai reaksi dari kalangan akademisi dan alumni.
Susi Pudjiastuti, sebagai figur praktisi yang dihormati, menggunakan pengalaman lapangan sebagai dasar penolakan KJA. Ia menegaskan bahwa KJA mengganggu aktivitas pariwisata dan nelayan, serta melanggar aturan jarak dari pesisir . Namun, cara penyampaiannya yang dianggap merendahkan martabat akademik Unpad justru mengaburkan substansi perdebatan. Kata "bodoh" yang dilontarkan kepada guru besar Unpad dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap penelitian ilmiah yang telah dilakukan
Wakil Ketua Ikatan Alumni Unpad, Budi Hermansyah, menyesalkan pernyataan Susi. Ia menegaskan bahwa alumni Unpad sejak 1950-an telah berkontribusi besar di berbagai sektor, termasuk pemerintahan, BUMN, dan politik . Budi menekankan bahwa perbedaan pendapat semestinya diselesaikan dengan argumen ilmiah, bukan kata-kata yang tidak pantas. Ia juga mengingatkan bahwa KJA Unpad merupakan laboratorium lapangan untuk budidaya lobster, yang bertujuan meningkatkan daya saing Indonesia terhadap Vietnam .
KJA Unpad bukan proyek komersial, tetapi bagian dari penelitian akademik Program Studi Perikanan Laut Tropis yang berdiri sejak 2016. Riset ini berfokus pada budidaya lobster untuk mengurangi ketergantungan pada impor benih dan meningkatkan nilai ekonomi . Dekan FPIK Unpad, Yudi Nurul Ihsan, menegaskan bahwa segala aktivitas pesisir harus berpihak pada masyarakat dan mengundang dialog terbuka untuk menyelesaikan polemik .
Para penentang KJA, termasuk 1.040 pelaku usaha wisata, khawatir keramba akan mengganggu pariwisata dan mata pencaharian nelayan . Pantai Timur merupakan jantung ekonomi Pangandaran, dengan 4-6 juta kunjungan wisatawan per tahun . Mereka menuntut relokasi KJA ke lokasi yang tidak mengganggu aktivitas wisata bahari .
Pertemuan antara Jeje Wiradinata dan Unpad menghasilkan empat poin kesepakatan: menghormati budidaya, tidak mengganggu pariwisata, menolak KJA di Pantai Timur jika luasnya 3,29 hektare, dan mencari titik alternatif . Kompromi ini menunjukkan bahwa solusi ilmiah dan praktis dapat dijalankan bersamaan.
Pentinya Landasan Ilmiah
Polemik ini mengingatkan kita pada ucapan Albert Einstein: "Ilmu pengetahuan bukan hanya tentang fakta, tetapi tentang pemahaman yang mendalam atas dunia secara objektif." Kebijakan yang baik harus lahir dari kombinasi antara pengalaman lapangan dan kajian ilmiah komprehensif. Penelitian tentang kesesuaian dan daya dukung lingkungan, seperti yang dilakukan di Maluku , menjadi contoh bagaimana pembangunan harus berdasarkan data objektif.
Etika dalam Berdebat
Pernyataan "bodoh" dari Susi bukan hanya tidak etis, tetapi juga memperlebar jurang antara praktisi dan akademisi. Seorang guru besar memiliki kedalaman keilmuan yang tidak boleh diabaikan, sementara seorang praktisi seperti Susi memiliki pengalaman lapangan yang berharga. Kolaborasi, bukan konfrontasi, adalah kunci menyelesaikan masalah bangsa.
Polemik KJA Pangandaran adalah cermin dari tantangan pembangunan Indonesia: bagaimana menyelaraskan kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Daripada saling menyalahkan, semua pihak harus duduk bersama dan mencari solusi berbasis data ilmiah dan kearifan lokal. Seperti kata Dekan FPIK Unpad, "Jangan ada egois. Semua yang bermanfaat, kenapa tidak? (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI