Mohon tunggu...
Ferry Aldina
Ferry Aldina Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Writerpreneur I Islamic Parenting Blogger

Praktisi Parenting Islam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melukis Senyuman dalam Kanvas Keterbatasan

31 Desember 2020   03:07 Diperbarui: 31 Desember 2020   03:13 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemilahan botol plastik untuk kerajinan tangan oleh ibu-ibu warga Kampung Sempu (dok. pribadi)

Sekitar tiga tahun yang lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi Kampung Sempu, Desa Pasir Gombong, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Siapapun yang pertama kali mendatanginya pasti akan disuguhi pemandangan yang unik.

Rumah-rumah berdempetan, lalu lalang karyawan pabrik, dan jalanan yang tidak terlalu besar, bahkan bisa dikatakan sempit. Hebatnya, dalam kondisi keterbatasan itulah Kampung Sempu terkenal sebagai salah satu kampung yang berdaya di sektor lingkungan, khususnya pengelolaan sampah.

Setelah menggunakan commuter line  dari Stasiun Bekasi maka tibalah saya di Stasiun Cikarang. Taksi online  sudah dipesan dan siap menuju Kampung Sempu. Karena aksesnya tidak mudah dan tidak tahu persis lokasinya maka saya memutuskan untuk berhenti dan berjalan kaki menuju "Warung Kita". Tempat inilah awal mula pertemuan dengan Bu Atun.

Senyuman hangat menjadi salam pembuka perkenalan kami. Keramahannya tampak dari tutur katanya yang sopan. Tidak mau berlama-lama, saya pun diajak menuju rumahnya yang berjarak sepuluh menit dari "tempat transit".

Setelah melewati gang-gang sempit, akhirnya kami tiba di rumah Bu Atun. Ornamen hiasan dari barang bekas memanjakan setiap mata yang memandang. Botol-botol minuman habis pakai disulap menjadi media tanam hidroponik. Gantungan dari plastik bekas terpampang jelas. Belum lagi kerajinan tas dari bekas minuman sachetan tidak luput dari kreasinya.

Kami dipersilakan untuk duduk bersila di ruangan yang (masih saja) penuh dengan kerajinan di sudut-sudut ruangannya. Tempat tissue, briket sampah plastik, dan masih banyak lagi yang sulit saya sebutkan satu per satu. Saya pun mulai menyimak cerita Bu Atun tentang sampah.

Menuai Berkah dari Sampah

"Ngapain ngurusin sampah. Urus saja keluarga sendiri!"

Cibiran dari masyarakat adalah bumbu pembuka ketika ia bertekad untuk mulai peduli dengan sampah. Memilah sampah dan membawa ke Bank Sampah adalah kegiatan rutin yang dilakukan Bu Atun seorang diri.

Tidak sedikit warga yang mencacinya. Rintangan seperti itu tidak menyurutkan langkahnya untuk memberikan perubahan di bidang lingkungan. Bermula dari sampah yang notabene sebagai sumber permasalahan lingkungan. Jika tidak dilirik maka akan menjadi sesuatu yang pelik nantinya.

"Kalau gak peduli dengan sampah, anak cucu kita nanti di masa depan akan merasakan dampaknya" imbuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun