- Latar Belakang
- Islam dan Demokrasi merupakan dua sisi ideology yang berbeda dan saling bertolak belakang. Islam merupakan Islam ialah agama yang berarti segala sesuatu atau seperangkat ajaran dan aturan yang berasal dari Allah dan terhimpun dalam Alquran dan Hadist.Â
- Berbeda dengan Islam, Demokrasi ialah seperangkat gagasan yang dan prinsi tentang kebebasan dan seperangkat praktek dan prosedur tertentu yang berasal dari pola fikir manusia. Dari dua pengertian ini dapatlah diambil kesimpulan, bahwa sebenarnya antara Islam dan Demokrasi ialah dua hal yang berbeda. Maka tak ayal apabila dalam Islam terdapat perbedaaan sikap untuk menyikapi hubungan antara demokrasi dan Islam.
- Dalam menyikapi hubungan Islam dan Demokrasi, pandangan umat Islam terbagi menjadi tiga yaitu, menerima demokrasi, menerima demokrasi dengan syarat dan menolak demokrasi[1]. Dari tiga kelompok yang ada, kesemuanya mempunyai alasan tersendiri mengenai pandangan mereka. Menurut kelompok yang menerima demokrasi, mereka menolak demokrasi dikarenakan ketidaksesuaian antara Islam dan Demokrasi.Â
- Berbeda dengan kelompok yang menolak, kelompok yang menerima dengan syarat beralasan bahwa demokrasi sesuai dengan Islam, tetapi ada hal-hal tertentu dalam demokrsi yang harus di perbaiki atau dihilangkan. Bagi pihak yang terakhir, kelompok ini menerima demokrasi dikarenakan demokrasi memuat segala asas yang ada dalam Islam dan tidak perlu adanya revisi atau apapun.Â
- Â
- Dari tiga kelompok diatas, dalam hal ini saya ingin membahas satu kelompok diantaranya yaitu kelompok islam yang menerima demokrasi. Tetapi dalam membahas hal ini, saya mengambil salah satu kelompok di Indonesia yang menerima demokrasi yaitu JIL ( Jaringan Islam Liberal). Untuk itu dalam makalah ini saya akan membahas hubungan Islam dan Demokrasi menurut pandangan JIL, yang didalamnya akan saya bahas mengenai biografi JIL dan pandangan JIL terhadap Islam dan Demokrasi.
- Â
- Pembahasan
- Â
- Biografi JIL ( Jaringan Islam Liberal)
- Â
- Setelah tumbangnya orde baru dan berdirinya reformasi tidak dipungkiri membawa perubahan pula dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat yang ketika masa orde baru terbatasi hak-haknya mulai menikmati salah satu halnya yaitu kebebasan, baik kebebasan menyuarakan pendapat, berekspresi ataupun berorganisai. Dalam lingkup kebebasan berorganisasi, setelah tumbangnya orde baru berumunculan organisasi-organsias baik yang berlabel agama, social, ataupun pendidikan. Dalam organisasi yang berlabel agama, pasca tumbangnya orde baru mulai bermunculan kelompok-kelompok organisasi yang berlabel agama, khususnya agama Islam, salah satu diantaranya ialah Jaringan Islam Liberal( JIL).
- Â
- Jaringan Islam Liberal ialah sebuah kelompok yang mengakomodasi pemikiran-pemikiran tentang Islam yang moderat di Indonesia. Kelompok ini terbentuk secara resmi pada tanggal 8 maret 2001di Utan Kayu, Jakarta Timur[2]. Pembentukan kelompok ini berawal dari sebuah diskusi yang diadakan oleh Goenawan Muhammad di tempatnya di Komunitas Utan Kayu. Diskusi ini dilakukan dengan mengundang beberapa tokoh intelekitual muda Islam yang berpemikran moderat untuk membicarakan tentang Islam Liberal. Dari diskusi ini kemudian tercetuslah sebuah gagasan untuk membentuk suatu komunitas Islam Liberal. Akhirnya terbentuklah JIL yang pada peluncuran ditandai dengan diluncurkannya pula mailing list JIL dan web-site JIL, www.islamlib.com[3]. Secara umum JIL bukanlah organisasi formal seperti halnya Muhammadiyah ataupun Nahdlatul Ulama. JIL hanyalah jaringan yang menjembapani kelompok-kelompok/ organisasi Islam liberal yang ada di Indonesia. Tokoh yang paling menyita dari adanya JIL ialah Ulil Abshar Abdalah yang dibanyak kesempatan diskusi maupun tulisanya selalu mengundang kontroversi.Â
- Â
- Kehadiran JIL sebagai salah satu kelompok keagamaan liberal di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan di masa Orde Baru dan pasca Orde Baru. Pada saat masa Orde Baru dan Pasca Orde Baru wajah Islam di Indonesia dapat dipandang suram. Hal ini dikarenakan pada saat itu wajah Islam cenderung memperlihatkan wajah yang konservatif, eksklusif, literalis, serta cenderung radikal dan fundamentalis[4]. Untuk itu para tokoh intelektual Islam saat itu seperti Ulil Absar Abdalah, Lutfi Syaukanie,dkk mencoba untuk mengcounter kelompok-kelompok Islam yang seperti itu. akhirnya terbentuklah JIL yang dalam melakukan penafsiran dan pemikiran mereka landaskan pada: Pertama, membuka pintu Ijtihad pada semua dimensi Islam. Kedua, mengutamakan semangat relio-etik, buka makna literal teks. Ketiga, mempercayai kebenaran yang realtif, tebuka, dan pluralis. Keempat, memihak pada minoritas yang tertindas. Kelima, menyakini kebebasan beragama. Keenam, memisahkan otoritas duniawi dan ukhrowi, otoritas agama dan politik[5]. Dengan enam landasan berfikir ini, JIL menginginkan tercipta suatu tatanan masyarakat yang saling menghargai satu sama lain dan tercipta masyarakat yang Islam yang toleransi.Â
- Â
- Dari paparan diatas sebenarnya telihat beberapa agenda besar yang ingin dicapai oleh JIL. Setidaknya dari agenda-agenda besar JIL itu dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu agenda politik, agenda toleransi agama, agenda emansipasi wanita, dan agenda kebebasan berekspresi[6]. Dari empat agenda besar JIl ini, dapatpula kita sederhanakan kembali menjadi tiga hal yaitu sekulerisasi politik, pluralisme agama, dan liberalisasi pemikiran.Â
- Â
- Untuk merealisasikan semua gagasannya, JIL melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengkampanyekan apa keinginnannya. Diantara kegiatan yang dilakukan JIL untuk merealisasikan tujuannya ialah: 1. Penulisan artikel di media massa disetiap minggu yang isinya tentang sekularisasi, pluralism, dan liberalisme. 2. Program taklshow dikantor berita radio 68 H dengan tema besar agama dan toleransi. 3. Program penerbitan buku-buku yang bertema liberalisme, pluralism, dan sekulerisme. 4. Program diskusi keislaman. 5. Program iklan layanan masyarakat[7]. Dengan program-program dan kegiatan diatas JIl berharap dapat menyebarkan pemikiranya, demi menciptakan sebuah masyarakat Islam yang toleran, ikhlusif dan egaliter.Â
- Â
- Pandangan JIL terhadap Islam dan Demokrasi.
- Â
- Isu Islam dan Demokrasi merupakan salah satu isu yang banyak menarik perhatian dan kontroversi, terutama bagi para intelektual Islam. Para intelektual Islam dalam memandang Islam dan demokrasi terjadi perbedaan pendapat dalam menyikapinya. Ada tokoh yang menerima demokrasi, ada yang menolak demokrai, ada yang menerima dengan syarat. Untuk di Indonesia, peta pandangan kelompok Islam tentang Islam dan demokrasi belum terbaca secara total. Tetapi apabila ditilik sedikit, di Indonesia terdapat dua kelompok Islam yang berbeda pandangan tentang topic Islam dan demokrasi. Kedua kelompok itu, kelompok yang pertama berpandangan menolak demokrasi yang diwakili oleh HTI, sedangkan kelompok yang kedua ialah kelompok yang menerima bahkan mengkampanyekan demokrasi yang diwakili oleh JIL. Tapi dalam sekelumit makalah ini, saya hanya ingin memfokuskan bahasan tentang pemikiran JIL tentang Islam dan Demokrasi.
- Â
- Melihat dari namanya JIL atau Jaringan Islam Liberal sudah pasti orang mengerti bagaimana alur pemikiran dalam kelompok ini. Liberal merupakan satu kata apabila diartikan secara bebas berarti kebebasan. Melihat ini kita mengerti bahwa kelompok ini menginginkan kebebasan dalam berbagai hal. Tidak ada hal yang larangan yang menuntut dan mengahruskan mengikuti satu jalur, termasuk dalam menentukan sistem pemerintahan.
- Â
- JIL secara umum memandang demokrasi sebagai sebuah hal yang compatible dengan Islam[8]. JIl melihat bahwa antara nilai-nilai Islam dengan demokrasi tidak ada yang perlu dipertentangkan. Prinsip-prinsip demokrasi dan Islam sama-sama saling mendukung dan mengisi. Untuk itulah menurut mereka, demokrasi akan membuat kehidupan berbangsa yang plural ini akan berjalan dengan harmonis karena nilai-nilai keadilan mendasari etika hidup berbangsa dan bermasyarakat.Â
- Â
- Pandangan JIL yang menerima demokasi diatas, senada dengan apa yang diungkapkan oleh coordinator JIL Ulil Abshar Abdalah. Menurut Ulil " Islam tidak mengenal sistem pemerintahan definitive. Sebagai contoh dalam suksesi pimipinan negara. Ternyata dalam sejarah Islam, penanganan persoalan ini tidak ada sistem yang tetap. Kadang memakai Istikhlaf, sistem baiat, dan sistem ahl-half wa al-aqd. Dengan demikian, menurut ulil tidak ada alasan bagi Islam untuk menilak sistem demokrasi[9]. Dalam sistem demokrasi sudah jelas diatur mekanisme pergantian kekuasaan, partai politik, lembaga perwakilan, dan sebagainya. Untuk itu, umat Islam harus menerima demokrasi. Sistem demokrasi merupakah buah evolusi pemikiran manusia yang harus diapresiasi. Meskipun pemikiran demokrasi ini bukan berasal dari Islam, Islam harus bersedia menerimanya dengan kemudian memasukkan unsure-unsur Islam kedalam demokrasi. Dan itu tidak sulit sebab Islam merupakan agama yang terbuka.Â
- Â
- Pemikiran JIL yang menerima demokrasi tersebut disebabkan oleh alur pemikiran mereka yang pro dengan sekularisme, liberalisme dan pluralism. Dalam pandangan mereka terwujudnya sebuah masyarakat yang toleran dan damai akan sulit tercipta tanpa adanya demokrasi. Namun, demokrasi akan sulit terwujud apabila tidak didukung dengan adanya sekulerisme, liberalisme dan prularisme. Sekulerisme dalam pandangan JIL merupakan prasyarat terwujudnya masyarakat demokratis. Tanpa ada sekularisme mustahil suatu bangsa dapat menerapkan demokrasi yang sesungguhnya. Liberalisme memberikan inspirasi bagi semangat kebebasan berfikir. Prinsip liberalisme ialah menjunjung tinggi kebebasan indivodu, kebebasan politik, kesamaan hak, dan lain sebagainya. Sedangkan pluralism dimaknai sebagai kebenaran semua agama sama, bahwa pemeluk agama apapun layak dianggap beriman apabila mereka menjalan syariat agama masing-masing. Untuk itulah maka dengan jelas bahwa secara umum JIL merupakan kelompok yang menerima demokrasi. Tidak hanya menerima Demokrasi dan memandang demokrasi sebagai sebuah hal yang compatible dengan Islam. JIL juga merupakan satu kelompok yang dengan semangat mengkampanyekan demokrasi sebagai sistem pemerintahan untuk semua negara.
- Â
- Penutup
- Â
- Simpulan
- Â
- JIL merupakan jaringan komunikasi kelompok-kelompok Islam yang mempunyai pemikiran liberal, pluralis dan sekularis. JIL didirikan di Jakarta pada tanggal 8 maret 2001di Utan Kayu, Jakarta Timur. Pembentukan kelompok ini berawal dari sebuah diskusi beberapa tokoh yang digalang oleh Gunawan Moehammad yang kemudian berkembang dan hingga akhirnya disepakati untuk membentuk JIL. Sebagai sebuah organisasi JIL memiliki sebuah agenda/tujuan. Diantara tujuan/ agenda JIL Ialah agenda politik, agenda toleransi agama, agenda emansipasi wanita, dan agenda kebebasan berekspresi. Dari keempat agenda tersebut apabila kita simpulkan, maka tujuan JIL ialah mengkampanyekan tentang kesamaan dan kesetaraan agama, demokrasi, dan kebebasan dalam berpendapat serta berfikir.
- Â
- Sebagai sebuah kelompok jaringan Islam yang berpandangan liberal, JIL menilai demokrasi sebagai sebuah hal yang wajar dan sejalan dengan Islam. Menurut pimpinan JIL Ulil Abshar Abdalah bahwa Islam tidak memiliki sistem yang definitive dalam hal politik dan pemerintahan. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi Islam untuk menolak demokrasi. Bahkan JIL merupakan salah satu dari banyak kelompok yang mengkampanyekan demokrasi. Jadi sudah terlihat jelas bahwa dalam hal pandangan mengenai demokrasi, JIL menerima secara penuh segala hal yang ada dalam demokrasi.
- Â
- Daftar Pustaka
- Â
- Abduh, Muhammmad, "Islam dan Demokrasi", file:///G:/wcdu1333791877, Diakses Tanggal 7 Maret 2015.
- Â
- Maksum, Ali, Diskursus Islam Dan Demokrasi Di Indonesia Kontemporer: Telaah Jaringan Islam Liberal dan Hizbut Tahrir Indonesia, AICIS (2011).
- Â
- Mudzhar, M. Atho, Perkembangan Islam Liberal, Harmoni Jurnal Multikultural&Multireligius Vol IX 2010.
- Â
- Rachman, Budhy Munawar,Reorientasi Pembaharuan Islam:Sekularisme, Liberalisme, Plurarisme Paradigma Baru Islam Indonesia,J akarta: LSAF, 2010.
- Tri Agus Tina, Cahyani, Pergerakan Jaringan Islam Liberal Di Indonesia 2001-2005.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!