Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Kata Ketua Seknas Prabowo: Sudah Saatnya Kepala Negara Diganti

19 Februari 2019   22:15 Diperbarui: 19 Februari 2019   22:57 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedangkan, Bernardus Abdul Jabbar,
Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni 212 dalam paparannya, mengatakan politik dalam Islam itu adalah satu keniscayaan. Sebab itu adalah bagian daripada ajaran agama Islam. Pun dalam agama Katolik yang sempat dianutnya sebelum masuk Islam.

"Kami pun diajarkan bagaimana berpolitik. Islam pun lebih mengajarkan politik. Jadi, antara agama dan politik tidak bisa dipisahkan," katanya.

Bernardus Abdul Jabbar, kemudian bercerita tentang kasus Slamet Ma'arif. Katanya, ia selalu mengawal proses hukum yang menimpa Ketua Persaudaraan Alumni 212. Kemarin, Slamet Ma'arif, tak bisa diperiksa, karena kesehatannya menurun. Berbekal surat dari dokter, ia pun memberitahu pihak Polda Jawa Tengah, bahwa Slamet Ma'arif belum bisa hadir untuk diperiksa. Dan minta di jadwal ulang. Tapi betapa kagetnya dia, penyidik justru mengatakan tak ada jadwal pemeriksaan.

"Mereka sendiri enggak tahu kalau hari itu ada penyidikan terhadap tersangka Ustad Slamet Ma'arif. Ini artinya apa? Ini bagian dari kriminalasi ulama oleh rezim yang tidak suka dengan kami. Berapa banyak teman-teman kami lakukan pembelaan? Tapi karena mungkin ini ada pesanan, agar kantong-kantong umat Islam yang dikoordinir PA 212 akan hilang. Mereka gunakan cara-cara luar biasa. Kita harus menolak adanya politisasi agama yang terjadi di negeri kita ini," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang juga  Sekretaris BPN Prabowo-Sandi, Hanafi Rais mengatakan ketika muncul gerakan 411 dan 212, lantas ada reuni, sebenarnya tidak ada sama sekali niat untuk mendorong atau membawa identitas agama dalam politik. Karena ia hadir misalnya di peristiwa demo 212.

"Yang ada embrio ini semangat untuk menegakkan hukum. Karena ada gubernur menista agama, menyalahi UU, tapi seolah-olah diduga kuat mau dilindungi supaya tidak dibawa ke ranah hukum, dimaafkan, tapi sejatinya melarikan diri dari kenyataan hukum," katanya.

Tapi karena ada semangat roh penegakan hukum dari komunitas 212, lanjut Hanafi,  akhirnya hukum bisa ditegakkan. Yang menista agama bisa di bawa  ranah hukum, dan dipenjara.

"Tetapi kemudian, ini ada kandidat presiden yang tadi itu. Selama ini atau pernah juga mengatakan bahwa agama dan politik harus dipisahkan. Tapi sekarang mengambil cara-cara politik dengan politisasi agama, bahkan mengkriminalisasi ulama," katanya.

Kriminalisasi kata Hanafi, sangat terasa sekarang. Ia contohkan, orang-orang yang mau beribadah, lantas diidentifikasi radikal, teroris. Atau mengidentifikasi tanpa verifikasi jelas, masjid-masjid dituding sumber radikalisme. Diperparah dengan kondisi ekonomi yang membuat masyarakat secara umum kian sulit.

" Saya pernah katakan, munculnya gerakan 212, itu karena ada ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum dan kondisi ekonomi masyarakat yang susah," kata Hanafi.

Kemudian, kata Hanafi, ia  juga melihat  ekonomi yang semakin terbuka.  Kata dia, itu  membawa dampak kepada masyarakat. Daya beli masyarakat makin menurun. Bahkan katanya, setiap ia turun ke simpul-simpul masyarakat di Jateng, masyarakat banyak yang mengeluh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun