Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengkritik dengan Bijak

10 Februari 2021   10:03 Diperbarui: 10 Februari 2021   10:49 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kritikan (Volodymyr Hryshchenko-Unsplash)

Pujian adalah lambang kebaikan, sedangkan kritik adalah simbol keburukan.

Kira-kira begitulah yang tergambar dalam angan-angan hampir setiap orang sehingga mereka pun menjadi sangat siap dan bahkan mendamba pujian. Akan tetapi sebaliknya, mereka sangat tidak berkenan jika harus menerima kritikan.

Namun, pada kenyataannya benarkah pujian itu selalu baik adanya sebagaimana kritikan yang senantiasa dipersepsikan sebagai entitas yang buruk?

Tentu saja tidak. Sebab ada kalanya orang yang terus memuji pihak lain itu tujuan utamanya adalah justru untuk menjerumuskannya. Sementara itu, mereka juga banyak yang memberi kritikan sebab merasa khawatir dengan keadaan lebih buruk yang mungkin akan menimpa pihak yang disayanginya.

Bukankah dalam hal ini kritikan bisa berarti perhatian atau wujud kasih sayang dari seseorang atas pihak lainnya?

Namun, oleh karena hampir semua orang atau pihak itu tidak siap untuk dikritik, maka seringkali respons yang mereka beri adalah mengacuhkan bahkan memperkarakan pihak yang sudah memberi kritikan. Maksud hati adalah baik namun karena tak ada kesepahaman dari si penerimanya ternyata justru berujung kenahasan.

Oleh sebab itulah, kita kiranya dapat belajar dari sebuah panduan yang bermanfaat yang pernah diajarkan dalam agama Islam tentang bagaimana cara untuk memengaruhi sikap orang atau pihak lain tanpa membuat mereka yang menerimanya itu merasa tersingung. Yakni dengan berbekal kebijaksanaan (al-hikmah) dan tutur kata yang baik (al-mau'izhat al-hasanah) dalam menyampaikannya.

Sikap bijak yang dimiliki oleh seseorang sebelum ia memengaruhi pihak lain inilah yang kiranya akan menjadikannya lebih tenang dalam menyampaikan pandangan sehingga akan jauh dari kesan memaksa dan menggurui.

Sebab seseorang yang memiliki kebijaksanaan (wisdom) ketika mengkritik ini juga bisa berarti mereka telah memiliki pertimbangan yang cermat dan matang tentang segala hal yang akan terjadi dari setiap tutur katanya. Termasuk dalam hal ini adalah respons dari mereka yang akan menerimanya.

Sehingga, jika ada reaksi yang mungkin dianggap tak bersesuaian dengan angan-angannya, maka ia pun akan tetap memiliki hati yang dingin dan pikiran yang jernih dalam menghadapinya.

Sebab ia senantiasa berkeyakinan bahwa barangkali mereka yang mendapat kritikan itu belum dapat menerima tutur katanya lantaran belum mampu memahami secara menyeluruh apa yang telah telah disampaikannya.

Sehingga ia pun menyimpulkan, barangkali mereka harus membutuhkan tambahan waktu lagi untuk dapat mencerna dan mengambil keputusan secara tepat atas apa saja yang telah disampaikan pada mereka.

Inilah kiranya yang akan terjadi manakala seseorang dapat mengedepankan kebijaksanaan pada saat memberi saran kepada pihak yang lainnya.

Selain itu, sikap bijak seseorang tadi, tentu harus disampaikan dalam wujud tutur kata yang baik. Sehingga yang akan keluar dari lisannya bukanlah kesan untuk menghakimi kesalahan seseorang melainkan lebih pada pemberian cara pandang baru yang mungkin akan bermanfaat bagi mereka yang berkenan untuk menyimak dan mengkajinya.

Tutur kata atau proses penyampaian yang baik inilah yang sekiranya akan berperan sebagai solusi bagi pihak tertentu yang berada dalam tekanan akibat ragam pandangan dari masing-masing orang.

Sebab seringkali pandangan dari khalayak adalah, jika mereka terlalu banyak menimbang dengan cermat, maka langkahnya itu dianggap lambat. Akan tetapi, jika ia membuat kebijakan secara cepat, maka ia dianggap gegabah.

Kondisi yang serba dilematis inilah yang seringkali akan menyebabkan seseorang menjadi gundah, semakin bingung, dan bahkan tak jarang hingga pada keadaan frustasi sebab tak tahu apa yang harus diputuskan.

Dan kondisi kegundahan itu mungkin saja juga akan berada pada titik jenuh tertentu (frustasi) sehingga ia bisa meledak dan memuntahkan hasil yang justru berkebalikan dari apa yang telah mereka kritikkan.

Terutama jika kritikan itu disajikan dengan cara yang frontal sehingga terkesan memojokkan dan menyalahkan pihak lainnya.

Oleh sebab itulah, alangkah baiknya jika kita mendahulukan segala kebijaksanaan kita sebelum mengkritik siapa saja yang kemudian kita iringi langkah kita ini dengan tutur kata yang baik saat menyampaikannya. Sehingga kritikan itu akan memiliki kesan sebagai belas kasih dan bentuk perhatian dari seorang sahabat atas sahabat lainnya. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun