Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Uang, Utang, dan Persahabatan

13 Januari 2021   11:32 Diperbarui: 13 Januari 2021   13:46 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi alternatif utang (kontan) 

Dengan memberikan utang kamu akan berpeluang kehilangan dua hal: uang dan persahabatan. Akan tetapi dengan tidak memberinya, setidaknya kamu akan kehilangan salah satunya: persahabatan. 

Itulah petuah yang pernah saya dapat dari sebuah artikel yang terbit di media yang katanya sedikit nakal banyak akal. 

Benarkah kenyataannya demikian? Barangkali melalui tulisan ini kita akan menemukan gambaran lainnya. 

Memang, jika kita membahas soal utang, seakan hal ini adalah perkara yang takkan pernah ada habisnya untuk dikupas. Sebab di dalamnya terdapat pernak-pernik yang menyangkut kehidupan seorang anak manusia.

Mulai dari kebutuhan hidup, gaya hidup, hingga pemahaman akan arti kehidupan, dan lain sebagainya yang jika diteruskan akan menjadi sebuah bahasan yang teramat panjang. 

Manakala seseorang berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian menghimpit, mungkin inilah alasan yang tepat bagi mereka yang memberi pinjaman. 

Akan tetapi, tentunya pemberian pinjaman ini juga harus disertai dengan garansi yang pasti, kapan pinjaman itu akan dikembalikan atau setidaknya ada skema tentang pembayarannya. Kecuali, jika Anda adalah seseorang yang berlimpah harta sekaligus kaya hati untuk tidak menarik atau mengungkit pinjaman itu sama sekali. 

Sebab jika tidak demikian, seringkali si pengutang itu lalai untuk segera mengembalikan pinjaman sehingga akan "makan hati". Entah itu karena faktor kesengajaan atau karena begitu bingungnya mereka untuk mencari cara untuk lekas menutupnya. 

Sebab, pola kehidupan mereka sudah terlanjur gali lubang tutup lubang. Pinjaman yang satu dibayar dengan pinjaman lainnya. Dan seterusnya. 

Selanjutnya, jika motif utang itu adalah karena tidak bisa mengerem gaya hidup, maka inilah yang akan berpotensi menjadi bencana. 

Penampilan ingin selalu tampak glamor, tatapi pendapatan minor. Jiwa sosialita tapi penghasilan masih taraf rakyat jelata. Inilah yang diantaranya akan menimbulkan beberapa masalah kehidupan, sebab tak mampu mengimbangi gaya hidup dengan tingkat penghasilan yang dimiliki. 

Apalagi di zaman kiwari ini seseorang begitu gampangnya diiming-imingi dengan barang baru apa saja, bergaul dengan siapa saja, sehingga tak ayal jika kemudian kedodoran mengikuti gaya hidup mereka. Dan sebagai dampaknya, mereka pun akan menggali upaya untuk mencari dana dari pihak mana saja. 

Upaya yang dapat ditempuh oleh seseorang untuk memperoleh pinjaman ini pun beragam, mulai dengan cara nyeblak atau pinjam saudara, sahabat, maupun tetangga; atau dengan cara meminjam pada lembaga keuangan. 

Cara nyeblak biasanya ditempuh seseorang sebab tidak ada risiko membayar bunga atas pokok pinjaman, sekaligus adanya kemudahan yang lain yakni bisa mengulur waktu jika belum dapat melunasi, tanpa risiko membayar pinalti atau bunga yang makin membengkak. 

Akan tetapi pilihan ini bukan berarti bebas konsekuensi, sebab ia pun berpeluang menjauhkan kedekatan si pemintanya dengan mereka yang memberi pinjaman, lantaran merasa dikhianati dengan adanya perilaku menunggak utang atau bahkan lari dari tanggung jawab untuk membayarnya. 

Inilah yang pada akhirnya seperti yang digambarkan pada petuah pembuka wacana tadi, yakni memberi utang berpotensi menghilangkan dua hal, yakni persahabatan sekaligus uang. 

Selanjutnya, mengenai pilihan berutang pada lembaga keuangan biasanya menjadi pilihan seseorang untuk menghindari rasa malu dari para saudara, sahabat, dan tetangga kanan-kiri sebab tak ingin terdengar kabar mengenai krisis finansial yang tengah dialami. Cukup dengan "menyekolahkan" barang berharga tertentu, cairlah uang yang mereka harapkan. 

Pilihan yang satu ini lazimnya memiliki konsekuensi yang tak kalah besar dibandingkan pilihan pertama tadi manakala seseorang tak memiliki konsep sekaligus praktik manajemen keuangan yang baik dan benar dalam mengelola usaha, uang dan utang. 

Sebab, begitu mendapati uang yang melimpah dalam genggaman, biasanya seseorang seringkali lalai bahwa sejatinya ia hanyalah titipan yang harus lekas dibayar kepada si pemberinya. 

Khususnya ketika utang ini digunakan untuk modal usaha dan mengalami kemajuan. Biasanya seseorang yang belum paham dengan pos anggaran keuangan ini akan jumbuh untuk mengalokasikan dana antara pokok pinjaman, bunga, dan laba bersih usaha. Sebab yang menjadi fokus mereka adalah omzet atau laba kotor. 

Begitu omzet mereka raih, seringkali mereka tak sadar bahwa di baliknya masih terdapat kewajiban untuk menanggung induk utang sekaligus anaknya (baca: bunga).

Masalah bisa saja menjadi bertambah pelik manakala usaha yang sedang dijalani itu ternyata berkembang dengan tidak lancar atau tak sesuai harapan, terlepas dari faktor apa saja yang menyebabkannya. Sebab makin beratlah tanggungan yang harus ia pikul. 

Ia harus berjuang mempertahankan usaha, memenuhi kebutuhan keluarga, serta upaya mengembalikan pinjaman beserta bunganya. 

Dan besar kemungkinan jika hal ini tak segera teratasi, maka pihak lembaga keuanganlah yang akan membantu mencarikan solusi, yakni dengan cara menawarkan pada khalayak agunan yang dulu sempat ia serahkan melalui sistem lelang.

Cara ini dianggap sebagai hal yang realistis bagi lembaga keuangan untuk lekas memulihkan dana yang dulu sempat mereka beri kepada si pemilik agunan. 

Mereka takkan segan melakukannya sebab ini adalah bagian dari konsekuensi transaksi yang menuntut ketegasan demi mempertahankan keberlangsungan usaha.

Dalam anggapan mereka, cukuplah rasa belas kasih itu mereka suguhkan saat memberi pinjaman dahulu. Sementara untuk belas kasih sisanya ia tunaikan dengan cara mengulur waktu, menambah pancingan pinjaman, menambah bunga, hingga membantu menjualkan agunan milik si nasabah yang meminta pinjaman ketika ia tak sanggup membayar.  

Dengan cara itulah nyatanya mereka justru mendapat keduanya, yakni uang sekaligus "sahabat-sahabat" baru yang akan meminjam pada mereka. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun